iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

Warsi Jambi mencatat, sebagian besar perusahaan batu bara yang beroperasi di Provinsi Jambi belum melakukan pemulihan.

Pemerintah sebenarnya telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Pasca Tambang Keputusan dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang Baik Dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Tujuannya jelas agar dampak negatif dari aktivitas pertambangan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan. "Ini penting dilakukan untuk memulihkan ekologi pasca tambang,” jelas Adi Junedi.

Adi menyebutkan bahwa pemerintah harus lebih perhatian atas kondisi tambang batu bara Jambi saat ini karena ternyata sebagian besar kawasan tambang ini belum direklamasi dan belum dipulihkan fungsinya.

Pemerintah kata Adi seharusnya juga mengawasi jalannya regulasi untuk pemulihan ekologi tambang terbuka batu bara Jambi. 

Terlebih lagi, Indonesia termasuk negara yang berkomitmen menurunkan emisi, menuju Net Zero Emission Tahun 2020 dari berbagai sektor, termasuk dari tata guna lahan.

Aktivitas reklamasi dan pemulihan bekas tambang sebenarnya bisa beragam. Misalnya melakukan upaya produktif di lahan eks tambang, memanfaatkannya menjadi wilayah ekowisata, atau dimanfaatkan sebagai model hutan konservasi keanekaragaman hayati atau menanam kembali dengan beragam tanaman dan lainnya.

Pemerintah seharusnya juga memastikan bahwa perusahaan akan menerapkan prinsip Environmental, Social dan Governance (ESG) dalam menjalankan dan memulai bisnisnya, termasuk bisnis tambang batubara di Provinsi Jambi.

Tujuannya untuk mendorong kelangsungan SDA secara berkelanjutan dan secara sosial juga bisa diterima oleh masyarakat sekitarnya dan tidak meninggalkan masalah di kemudian hari.

Dikatakan Adi Junedi, pemulihan ekologi harus didorong oleh semua pihak. Dilakukan oleh perusahaan tambang dan didorong dan diawasi oleh pemerintah dan masyarakat. (*)

Lihat Sumber Artikel


Berita Terkait



add images