iklan
Awalnya Adi Hidayat mencoba mengutip hadist yang menunjuk kepada tanggal berpuasa di hari Arafah, yakni ??????? ?????? puasa arofah (9 Dzulhijjah).

Kata Ustaz Adi Hidayat, jika merujuk kepada momentum yang membahasakan puasa Arafah, maka tak terjadi perselisihan, semua orang harus puasa di saat jemaah Haji berwukuf.

Arafah itu menunjuk pada momentumnya, ya momentum orang wukuf. Jadi kalau bahasanya puasa 'arafah, maka gak ada penafsiran.

"Semua di seluruh negeri ini harus berpuasa bersamaan dengan orang wukuf. Jadi gak usah ada penafsiran," ucapnya

"Jadi begitu di Saudi wukuf sekarang, kita ikut puasanya di hari itu. Jelas ya, itu kalau tidak menggunakan 'Yaum'," terang UAH.

Namun UAH melanjutkan, yang dimaksud dari perkataan Nabi Muhammad SAW dalam pembukaannya itu, bukan menunjukkan kepada momentum.

"Tapi kalau menggunakan 'Yaum', Yaum itu disebut 'Dzor fuzzaman, ya. Huruf yang melekatkan sesuatu pada waktunya, bukan momentumnya, menunjuk pada waktu, ya.

"Jadi Yaum itu menunjuk pada waktu. Maksudnya apa? Hadist ini ingin menegaskan, puasa ini dilakukan, bukan mengikuti momentumnya, tapi mengikuti waktunya, ya.

UAH kemudian menjelaskan jika waktu orang wukuf tanggal yaitu tanggal 9 Dzulhijjah.

"Artinya kalau di satu tempat, satu daerah, satu negara sudah masuk ke tanggal 9 Dzulhijjah, sekalipun tidak sama dengan tempat orang wukuf sekarang di Saudi, maka itu sudah harus menunaikan puasanya," ujarnya

Jadi jatuh puasanya pada tanggalnya, bukan pada momentum wukufnya.

"Maka yang diikuti saat puasa Arofah itu bukan ikut ke yang wukuf, bukan waktu Saudi, tapi waktu di sini," ucap UAH.

"Ya, karena zona itu bisa berbeda pak, ya. Saya sering katakan begini, Saudi dengan Indonesia beda berapa jam?," pungkasnya.

Polemik perbedaan Hari Raya Idul Adha 1443 Hijirah di Indonesia dengan Arab Saudi saat ini menjadi perdebatan di tengah umat Islam.

Pendakwah Ustaz Suparman Abdul Karim mengatakan bahwa umat Islam di Indonesia tidak boleh merayakan Idul Adha 1443 H mengikuti hitungan yang sama seperti di Arab Saudi, yakni tanggal 9 Juli 2022.

Sebagai masyarakat Indonesia, Ustaz Suparman menyebut langkah terbaik untuk mengambil sikap dengan cara mematuhi hukum fikih.

"Sikap kita menurut fikih adalah ikut Idul Adha berdasarkan pengumuman pemerintah kita," kata Ustaz Suparman Abdul Karim, dari kanal YouTube pribadinya pada Sabtu, 2 Juli 2022.

"Karena kalau ada yang ber-Idul Adha, orang Indonesia nih, yang Idul Adha-nya ada yang hari Sabtu tanggal 9 Juli maka salat Ied-nya tidak sah, sembelehannya juga tidak sah. Dia bukan kurban, tapi sembelehan biasa," sambungnya.

Ustaz Suparman yakin apa yang dikatakannya juga sudah disepakati oleh para ulama di Indonesia bahwasannya Idul Adha waktunya harus mengikuti pemerintah Indonesia.

Lebih lanjut, Pengurus Nadhalatul Ulama (NU) Lampung itu menuturkan bahwa perbedaan waktu hari raya Idul Adha atau Idul Fitri di Indonesia dengan Arab Saudi tidak baru kali ini saja terjadi.

Bahkan Ustaz Suparman mengungkapkan bahwa beda waktu ini sudah pernah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

Selain itu, ia mengatakan bahwa perbedaan waktu Idul Adha atau Idul Fitri tidak hanya terjadi antara Indonesia dengan Arab Saudi saja tetapi Mesir pun terkadang juga memiliki perbedaan waktu.

"Tapi faktanya, rakyat Mesir tidak pernah ikut-ikutan Arab. Orang Arab tidak pernah ikut-ikutan Mesir, mereka ikut pengumuman negara mereka masing-masing," tutur Ustaz Suparman.(*)


Sumber: disway.id

Berita Terkait



add images