iklan

Dikala Imam Mersah dari Pondok Kopi dan Penghulu Somah dari Dusun Rasno,diutus Belanda mengirimkan surat serupa. Kali ini yang mengutus mereka bukan Residen Bengkulu, melainkan Kontrolir Muko-muko. Sebenarnya surat itu diberikannya kepada Depati Batu Hampar, namun yang menjadi kurirnya adalah dua orang di atas. Berbeda dengan pendahulunya, surat ini dialamatkan kepada Pemangku Depati Talago bergelar Pemangku Depati Rencong Telang di Pulau Sangkar, masih termasuk wilayah Tiga Helai Kain kerinci hilir. Atas hal tersebut, disebutkan sebagai berikut : Dengan ini disampaikan salinan surat rahasia kontrolir Muko-muko 24 Agustus 1902 Nomor 27/19 bahwa Pasirah Margalima Koto dua helai kembali tanpa memuaskan perintah saya dan ia memberikan surat saya untuk Pemangku Depati Batu Hampar-Sungai Penuh itu kepada dua punggawanya.

(5). Dengan melewati jalan tertentu, kedua utusan belanda itu berhasil sampai ke Kerinci tanpa suatu aral melintang. Keduanya sampai di Kerinci melalui Rantau Telang lantas menuju ke kediaman Depati Talago. Setelah beramah-tamah barulah mereka menyerahkan surat yang tidak lama kemudian dibalas surat tersebut oleh tuan rumahnya. Depati Talago maklum, kedatangan mereka adalah diperintahkan Belanda, untuk itu dengan tegas ia menyebutkan ketidak setujuan orang Kerinci bersahabat dengan penjajah. Berikut petikan suratnya ;
Bahwa doea hari ini tiba pula soerat Toengkoe Indrapura memanggil kami Depati Kerinci akan toeroen ke Indrapura tetapi tidak kami akan ke Indrapura dijikalau ada bitjara hendaklah naik keatas boleh bitjara itoe poetoes diatas, kami boekan beradja ke Indrapoera hanja beradja ka Djambi kepada Pangeran Toemenggung di Moeara Masoemai.

(6). Setelah menyelesaikan tugas, kedua utusan ini pamit dan tidak lama berselang terjadilah peristiwa yang melecut amarah Belanda, yakni pembunuhan kedua utusan itu di dusun Lempur. Mengetahui utusannya meregang nyawa di Kerinci, kontrolir Muko-muko pun panik luar biasa. Segera ia mengadakan audiensi ke beberapa instansi kolonial terkait guna membahas kelanjutan peritistiwa ini.
Pada tanggal 2 September 1902, peristiwa pembunuhan utusan pemerintah tersebut disampaikan kepada Komandan Militer (Belanda) di Bengkulu. Informasi tersebut, berbunyi : hari ini Kepala Pemerintah Daerah (Residen) yang kemaren dari Muko-Muko dan telah kembali kemari, mengabarkan kepada saya bahwa pada tanggal 5 Agustus 1902, dua orang utusan pemerintah yang membawa sepucuk surat dari Depati Pulau Sangkar. Di Dusun Lempur, yang terletak di Tiga Helai Kain. Utusan itu dibunuh oleh penduduk setempat, sedang barang-barang berikut surat langsung disita.

(7). Setelah mencerna informasi tersebut, Residen Bengkulu menugaskan Kontrolir Muko-muko mengadakan penyelidikan mengungkap pembunuhan itu. Dalam suratnya, Kontrolir Muko muko saat itu, E.F. Janesen van Raay yang ditujukan kepada Residen Bengkulu tertanggal 17 September 1902 nomor 34/19, mengatakan bahwa dirinya telah melakukan penyelidikan dengan mengintrogasi beberapa saksi, termasuk mereka yang terakhir bertemu Imam Mersah. Dari proses penyelidikan dengan mengintrogasi beberapa saksi dapat diperoleh pentujuk. Dengan ikut campurnya Depati Parbo dari dusun lolo dalam kasus pembunuhan dua utusan Belanda tersebut , hemat Belanda, telah ikut memperkeruh suasana.

(8). Dari keterangan Depati Lebong dalam proses verbalnya tertanggal 23 Agustus 1902, diketahui bahwa Depati Parbo merupakan tokoh penting masyarakat dan merupakan aktor yang pandai memainkan emosi warga. Tensi tinggi yang terlanjur hinggap membuat sebagian penduduk Kerinci hampir saja menghabisi Depati Lebong. Paling tidak, sang Depati Lebong bisa selamat dengan garansi nama Depati Parbo.

(9). Dalam surat rahasianya tertanggal 3 Oktober 1902, afdeeling VII, nomorm 1245, serta surat sekretaris pertama pemerintah bertanggal 12 Oktober 1902 no. 318, Residen Bengkulu menitahkan Mayor H.C. Kronour dari Staf Umum untuk memimpin ekspedisi, mempersiapkan penguasaan Kerinci dengan jalan militer. Sebagai langkah lanjutan, diperintahkan pula kepada Gubernur Pantai Barat Sumatra membantu Residen Bengkulu untuk menyuplai bantuan.

(10). Dengan kejadian terbunuhnya utusan belanda tersebut telah mengoyak ketenangan penduduk Kerinci. Pada mulanya Suasana Kerinci yang sejuk,damai perlahan menegang. Oleh sebab pemunuhan utusan belanda itu. Para Depati , Para Ulama telah menangkap informasi bahwa akan ada gerakan datangnya pasukan Belanda. Cepat atau lambat. Untuk itu, mereka telah mempersiapkan diri dengan melakukan serangkaian simulasi aksi perang, pemantapan silat, serta kemungkinan melakukan perang besar, yakni dengan menggerakkan potensi Pemuda, Hulu Balang, penduduk, dalam rangka menghadapi pasukan Belanda.
Sementara itu H. MESIR. tidak ketinggalan. Diapun luruh dalam gempita rakyat mengorganisasikan kekuatan. Tak jarang ia terlihat dalam latihan-latihan silat dan ikut pula membetulkan gerakan silat pendekar-pendekar muda dan hulu balang. H. MESIR juga telah menghabiskan sebagian kesehariannya menyiapkan diri dalam perang persiapan untuk menghadapi belanda. Dengan kesantunan ia menyambangi dusun Pulau Tengah dengan mengajak para pemuda dan hulu balang yang berasal dari dusun Tanjung Tanah, bahkan tak jarang terlibat pertemuan-pertemuan dengan para depati, pemangku adat serta ulama yang berasal dari pulau tengah dan dusun2 lain sekelilingnya, guna ikut menentukan trategi perang menghapi belanda.


Berita Terkait