iklan

(11). H. MESIR dikenal di Tanjung Tanah adalah seorang ulama, Tabib dan juga seorang hulu balang, Tidak jelas kapan tepatnya tahun kelahirannya, namun dari beberapa sumber menyebutkan ia lahir disekitar tahun 1875 M di Kampung tua Tanjung Tanah-Kerinci, Wafat dalam usia lebih kurang 58 tahun dimakamkan di Tanggit-Sakubon Tanjung Tanah. Ia anak dari H. Ahmad Al Kurinchi, Menikah dengan nama istri Sekmait dikurniai anak yang bernama H. Muktar, H. Jamin, H. Taher.

(12). H. MESIR hidub Pada waktu dan pada masa periode perjuangan yang sama dengan Depati parbo (Lolo), H. Ismail pimimpin perang Pulau Tengah) H. Sudin Hulu Balang (Tj Tanah), yang terlibat langsung berjuang di perang Pulau Tengah-Kerinci ditahun 1903. dimasa muda H. Mesir banyak menghabiskan waktu memperdalam ilmu agama, belajar ilmu silat. Disamping itu pula diusia yang masih relatip muda sempat pula Merantau ke Malaysia dan menunaikan ibadah Haji Kemekkah.

(13). Dengan masuknya belanda ke kerinci 1903 banyak terjadi pertempuran sporadis antara rakyat Kerinci dan Belanda. Dalam catatan kolonial belanda, perang terjadi hampir serentak, dan memakan waktu lama. Medan perang yang menyajikan duel seru ini terjadi di Hiang (12 Juni 1903), Batu Hampar (14 Juni -- 10 Juli), Kerinci Utara (15-16 Juni 1903), Sandaran Agung (17 Juni 1903), Jujun dan Pidung (17 Juni -21 Juni 1903), Tanjung Batu (18 Juni 1903), Koto Lanang (19 Juni 1903), Sungai Penuh (21 Juni 1903), Tanjung Pauh (1 Juli 1903), Bukit Kemantan (1 Juli 1903), Pengasi (3 Juli 1903), Benteng Tuwa (4 Juli 1903), Pulau Sangkar (7-17 Juli 1903), Rawang (8 Juli 1903), Sungai Pusaka (12-13 Juli 1903), Lempur (17 --22 Juli 1903), Lolo (14-19 Juli 1903), Lempur Semerap (21 Juli 1903),Benteng Batu Putih (27 Juli 1903), Benteng Bukit (19 Juli 1903).

(14). Sebelum terjadi perang di Pulau Tengah dilakukan sebuah rapat akbar atas agresi Belanda. Para Depati-Ninik Mamak, Orang tua-Cerdik Pandai, Alim Ulama dan para tokoh masyarakat duduk bersama di pelataran depan Masjid Keramat membahas rencana untuk menghadapi pasukan Belanda. Dalam rapat itu H. Ismail dan H. Husein Dari Dusun Pulau Tengah ditunjuk untuk memimpin pasukan rakyat. Selain itu, juga ada beberapa ulama dan tokoh masyarakat yang berperan penting. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam memimpin rakyat adalah, H. MESIR. H. Sultan, Bilal Sengak, Depati Mudo, H. Leman, Mat Pekat, Syukur, Mat Salah, Badu Ladi, Mat Rakat, Depati Gayur, Rio Tino, Rio Jenang, dua orang perempuan, yaitu Fatimah Jure dan Tarano, pembuatan senjata berada di bawah tanggung jawab Hatib Pai dan H. Ibrahim; sebagai kurir dipercayakan pada Ali Akbar gelar Rio Indah dan H. Ishak; dan dukun atau orang tua pandai ialah H.Midi.

(15). Perang dipulau tengah Perlawanan dilakukan secara terbuka dengan membangun benteng pertahanan di berbagai titik yaitu di Lubuk Pagar, Dusun Baru, pinggir Sungai Buai( Danau), Koto Putih, Talago dan Masjid Keramat. Benteng ini masing-masing dipimpin oleh H. Mesir dan Bilal Sengak di Talago, H. Sultan dan Mat Pekat di Koto Putih, Mat Salah dan Mat Rakat di Lubuk Pagar,di Dusun Baru dipimpin oleh Depati Gayur. Sekitar Muara Sungai Buai (Danau) dipimpin dua orang perempuan Siti Fatimah Jurei dan Siti Rano, Sementara itu di Masjid Keramat Pulau Tengah di sana tidak hanya dibentengi secara fisik atau kekuatan juga membentengi mental pasukan yang ikut mengadakan perlawanan. Benteng ini dipimpin oleh H. Ismail dan H. Husin yang sekaligus mengkoordinir seluruh benteng yang ada. Sehingga Masjid Keramat menjadi markas besar dalam perlawanan tersebut.

(16). Pertempuran antara penduduk di Pulau Tengah dengan pasukan Belanda tidak dapat dihindari lagi. Ada beberapa kali pertempuran yang terjadi, yaitu : Pada tanggal 19 Juli 1903 di Lubuk Pagar. Untuk mengatasi perlawanan di Pulau Tengah, pasukan Belanda mengerahkan kekuatan penuh yang ada di Kerinci untuk mengepung Masjid Keramat yang menjadi markas perlawanan masyarakat Kerinci. Pasukan belanda dari arah Lolo turun untuk mengepung Pulau Tengah dari arah Selatan dan Barat sedangkan pasukan Zeni dari Rawang mengepung arah Utara dan Barat. Pengepungan ini dilakukan dengan tujuan menyerang titik-titik yang diperkuatkan.Karena benteng yang dibangun oleh masyarakat sangat kuat sehingga pasukan dari Utara tidak bisa berkomunikasi dengan pasukan dari Selatan.

(17). Pasukan Belanda akhirnya disatukan di arah Utara (Dusun Semerap) dengan menyerang satu titik yaitu melalui Lubuk Pagar. Lubuk Pagar yang dipimpin oleh Mat Salah dan Mat Rakat. Jerat lenting yang dibuat ternyata bekerja dengan baik untuk menahan pasukan Belanda yang ada. Melihat benteng-benteng tersebut dipertahankan dengan gigih, maka pasukan Belanda mundur ke markasnya di Rawang. Dalam peperangan tersebut pasukan Belanda telah mengalami kerugian yang cukup besar.

(18). Dengan kekuatan yang ada, pasukan belanda tidak dapat menembus benteng yang dibangun oleh masyarakat, Sehingga diputuskanlah untuk menunggu pengiriman pasukan arteleri dari Padang. Kekalahan pihak Belanda pada peperangan tahap pertama, menimbulkan semangat dan optimis yang tinggi bagi laskar pulau tengah dan masyarakat lainya khususnya ulama dan santri bergabung melawan Belanda. Beberapa ulama yang bergabung yaitu Khatib Manawi dari Tanjung Tanah, H. Bagindo Sultan dari Koto Iman,Usman, Batu, selain dari itu juga terdapat ulama yang berasal dari Jujun H. Karim.

(19). Pihak Belanda mengetahui pertahanan di Pulau Tengah semakin kuat dengan adanya suntikan kekuatan dari dusun lain. Selain dari itu, informasi yang diterima pada perang pertama bahwa yang mengadakan perlawanan tidak hanya laki-laki saja, namun juga terdapat wanita yang siap untuk mengangkat senjata. Melihat hal yang demikian, Komando pasukan Belanda menawarkan perdamain dan meminta seluruh masyarakat, anak-anak dan perempuan untuk mengosongkan daerah Pulau Tengah secara baik-baik. Tawaran Belanda ditolak mentah-mentah oleh H. Ismail, ia melihat hal tersebut hanya siasat Belanda belaka, perempuan dan anak-anak nantinya akan dijadikan sandra bagi pihak Belanda. Sehingga Belanda dengan mudah mengakhiri perlawanan tersebut.

(20). Keputusan yang diambil oleh H. Ismail membuat pihak Belanda naik pitam dan bersiap-siap melakukan penyerangan tahap kedua. Pada tanggal 21 Juli 1903 di Batu Putih (Koto Putih) Penyerangan di arah Utara tidak membawa hasil bagi pasukan Belanda. Untuk itu, Belanda memindahkan markasnya ke Sanggaran Agung pada 21 juli 1903, serta mengambil alih pasukan dari Selatan (Lolo). Di sana mereka menyiapkan kekuatan untuk menyerang Pulau Tengah dari arah Barat melalui Koto Putih. Tanggal 27 Juli pasukan ini menuju Batu Putih (Koto Putih) dan Talago, di sana sudah terdapat benteng berupa bebatuan yang dipimpin oleh H. Sultan, Mat Pekat dan H. Mesir. Peperangan ini mengakibatkan sahidnya 26 orang dari laskar fisabilillah.

(21). Di Talago atau Koto Putih (dulunya disebut Batu Putih) di tepi Danau Kerinci, terdapat tugu makam para pejuang tahun 1903. Di sana terdapat 26 orang yang meninggal dunia, diantaranya adalah Makam Khatib Manawi Yang berasal dari Tanjung Tanah namun di sana hanya terdapat 10 makam saja, hal ini diperkuat oleh catatan dari Van Aken, kemungkinan besar makam tersebut merupakan simbolis dari 26 orang pejuang tersebut. Pasukan yang sahid dalam peperangan ini dimakamkan oleh ulama H. MESIR.

(22). Masjid keramat pulau Tengah sebagai Pusat Perlawanan terhadap Kolonialisme Belanda. Perlawanan yang sengit diperlihatkan oleh Penduduk, Van Na Tolen menjelaskan bahwa di Dusun baru-pulau Tengah tersebut tidak kurang dari 300 orang yang terdiri dari pejuang, wanita dan anak-anak yang meninggal dunia akibat dari keganasan dari pasukan Belanda. Belanda mulai memasuki pusat utama pasukan Kerinci yaitu Masjid Keramat, beberapa perlawanan kecil dapat dilumpuhkan dan akhirnya Belanda dapat menguasai Masjid Keramat.

(23). Dengan dikuasainya Masjid Keramat Pulau Tengah menandakan akhir dari perlawanan tersebut. Pihak Belanda mengumumkan bahwa Kerinci telah dikuasai,Setelah pasukan Belanda berhasil meruntuhkan perlawanan di seluruh benteng Pulau Tengah, maka pejuang yang masih bertahan memutuskan untuk mundur kehutan di sebelah barat Dusun Pulau Tengah, di sekitar air terjun Panco Rayo.

Keputusan untuk mundur ini telah disepakati sejak awal sebelum pecahnya pertempuran sebagai solusi terakhir perjuangan rakyat. H. Ismail ,H. Husin, H. Mesir, dan beberapa pejuang lainnya melanjutkan bergerilya di malam hari. mereka tak pernah tertangkap dalam aksi gerilyanya, hingga perlawanan benar-benar padam.(24)*(SN-AHR.22062021).

Referensi :
1. JOHAN WAHYUDI. (UIN Syarif Hidayatullah) : Perlawanan Depati Parbo Dimata Kolonialisme Belanda Dikerinci : SUATU KAJIAN SEJARAH LOKAL.

2. JAMAL MIRDAD (IAIN Batusangkar) : Masjid Sebagai Pusat Perlawanan Terhadap Kolonialme Belanda (STUDI KASUS MASJID KERAMAT PULAU TENGAH-KERINCI)

3. Rio Mastri, Etmi Hardi,Hendra Naldi : ( Universitas Negeri Padang) Kepimpinan H. ISMAIL Dalam Mengerakkan Pelawanan Rakyat Kerinci Menentang Imperialisme Belanda Tahun 1903.

4. JARJIS ABDULLAH. Sos. Gelar Rajo Bugis : (Ahli Waris H. Mesir- Bin Ahmad Al-Kurinchi, Tanjung Tanah). Wawancara Tanggal 06-06-2021.

5. Drs. SAIDINA ANAS. Gelar Depati Kecik : (Tokoh Masyarakat Tigo Luhah Tanjung Tanah). Wawancara Tanggal 10-06-2021

6. JAMALUDDIN HUSIN. Gelar Sutan Mandaro : (Pemangku Adat Tigo Luhah Tanjung Tanah). Wawancara Tanggal, 12-06-2021.

7. Ustadz ZAKARIA ABDULLAH : (Ulama dan Pengiat Aksara Incung Kerinci). Wawancara 20-06-2021.***


Berita Terkait



add images