iklan

JAMBIUPDATE.CO, XINJIANG  Permasalahan di Xinjiang, Tiongkok, ibarat benang kusut yang belum terurai. Rabu (10/7) duta besar PBB dari 22 negara menandatangani pernyataan bersama. Isinya, meminta pemerintah Tiongkok berhenti menangkap warga Uighur dan memasukkannya ke kamp detensi.

Surat yang diserahkan ke Dewan HAM PBB (UNHRC) itu, antara lain, ditandatangani Australia, Kanada, Jepang, dan Selandia Baru.

Kamis (11/7) Tiongkok membantah tudingan itu. Mereka menyebut pernyataan 22 negara tersebut sebagai masalah HAM yang dipolitisasi.

Itu adalah serangan, fitnah, dan tudingan yang tidak beralasan kepada Tiongkok, ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang seperti dikutip Agence France-Presse.

Tiongkok mulai terbuka tentang adanya kamp di Xinjiang. Sejak Oktober tahun lalu, pemerintah setempat telah menggelar tur untuk para diplomat dan media.

Profesor Philip K. Widjaja dari Badan Penyelenggara Universitas Ma Chung mengungkapkan bahwa rombongan dari Indonesia sudah tiga kali diundang ke Xinjiang. Dia ikut di salah satu rombongan.

Apa yang saya lihat di sana adalah isu ini terlalu dibesar-besarkan, terang Widjaja dalam acara konferensi pers Zhenghe International Forum Ke-5, Jumat (12/7) di UIN Sunan Ampel, Surabaya.

Dia membenarkan bahwa ada tempat pelatihan bagi warga yang terinfeksi aliran-aliran keras. Diharapkan, dengan ditaruh di dalam kamp itu, mereka bisa sadar dan keluar tidak mendapat stempel sebagai mantan narapidana.

Widjaja yakin jumlah warga di dalam kamp tidak sampai 1 juta orang. Untuk bikin tahanan bagi 1 juta orang itu fantastis. Angka tersebut terlalu dibesar-besarkan, ujarnya.

Sementara itu, pemerintah Tiongkok melalui Konsulat Jenderal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Surabaya mengungkapkan, kebebasan beragama dan kepercayaan rakyat Tiongkok dijamin undang-undang dasar.

Penduduk muslim sama dengan umat beragama lainnya, bisa berpuasa, beribadah, dan melakukan kegiatan keagamaan.

Saat ini, terdapat sekitar 24 ribu masjid di wilayah Xinjiang. Jumlah masjid terus bertambah.

Di sebagian daerah di Xinjiang, sejumlah penduduk masih kurang menguasai bahasa Mandarin dan minim keterampilan kerja. Karena itu, mereka rentan akan penghasutan ekstremisme dan radikalisme.

Kamp di Xinjiang difungsikan untuk deradikalisasi dan pelatihan keterampilan. Selama masa pelatihan, peserta dapat gaji. Saat ini selama dua tahun belum pernah terjadi kasus kekerasan terorisme di Xinjiang. Demikian bunyi pernyataan Konjen RRT. (jpnn)


Sumber: Fajar.co.id

Berita Terkait



add images