iklan Infografis oleh Rizky Janu/Jawa Pos
Infografis oleh Rizky Janu/Jawa Pos

JAMBIUPDATE.CO, Tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB) warga bertambah. Berdasar data Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemkot Surabaya Tahun Anggaran 2018, nilai tunggakan PBB menembus Rp 776 miliar. Jumlah terbesar dalam delapan tahun terakhir.

Pemkot mendapat piutang pajak itu sejak peralihan kewenangan PBB. Semula kewenangan PBB dipegang pemerintah pusat, lalu diberikan ke pemkab dan pemkot sejak 2011. Awal 2011 warisan piutang sudah mencapai Rp 619 miliar. Namun, piutang itu mulai berkurang hingga akhir 2013. Pada Desember 2013, total piutang tersisa Rp 522 miliar.

Tunggakan naik lagi pada 2014 hingga akhir 2018. Kalangan dewan menduga kenaikan tunggakan tersebut terjadi karena nilai jual objek pajak (NJOP) ditinggikan setiap tahun. Makin lama, banyak warga yang tak kuat membayar PBB.

Anggota Pansus Revisi Perda Nomor 10 Tahun 2010 tentang PBB Achmad Zakaria mendesak revisi perda segera ditetapkan. Menurut dia, salah satu upaya untuk memotong rantai tunggakan utang tersebut adalah mengubah tarif PBB yang sudah tak sesuai dengan kondisi terkini. Bukti bahwa utang PBB naik ini justru mendorong agar raperdanya harus segera diselesaikan, kata politikus PKS itu kemarin (15/6) Di dalam angka Rp 776 miliar tersebut, tentu ada banyak variabel penunggak. Zakaria meminta pemkot mengelompokkan para penunggak itu berdasar kemampuan membayar. Jika wajib pajak tergolong mampu, mereka bisa diberi sanksi. Sebaliknya, warga yang tidak mampu membayar bisa diberi keringanan atau bahkan penggratisan.

Pansus PBB baru saja mengunjungi Pemprov DKI Jakarta. Persoalan tunggakan PBB juga menjadi salah satu problem ibu kota. Namun, Pemprov DKI sudah punya cara untuk mengatasi hal tersebut.

Setelah dikelompokkan, ternyata banyak hotel, restoran, toko, dan tanah kosong di Jakarta yang menunggak PBB bertahun-tahun. Terjadi pembiaran karena selama ini sanksi yang diberikan hanya denda.

Pemprov DKI Jakarta mencoba sanksi teguran dengan menempelkan tulisan bahwa objek pajak ini belum membayar PBB. Ditulis besar-besar di depan pintu hotel atau restoran. Akhirnya mereka malu, bulan depannya langsung bayar, ujar Zakaria.

Pemberian sanksi seperti itu bisa diterapkan di Surabaya. Menurut dia, persil-persil komersial tersebut memang perlu diperketat. Lain soal dengan persil-persil rumah warga yang ternyata tidak membayar karena tak mampu. Untuk yang seperti itu, Zakaria merasa penempelan stiker tidak perlu.

Justru pemda harus menelusuri mengapa warga tersebut tak membayar. Jika ternyata keluarga itu ternyata benar-benar tak mampu, bukan hanya pengurangan pajak yang diberikan, melainkan juga bantuan lain.

Waktu Pansus PBB semakin mepet. Sebab, masa jabatan DPRD periode 2014-2019 berakhir pada 24 Agustus nanti. Hanya tersisa dua bulan untuk menuntaskan revisi tersebut. Ketua Pansus Raperda PBB Anugrah Ariyadi yakin pembahasan pansus bisa selesai dalam waktu sebulan. Menurut dia, pembahasan revisi perda tidak perlu waktu lama. Kan ini cuma revisi satu atau dua pasal. Bukan membuat perda baru. Jadi, bisa tuntas cepat seharusnya, tuturnya.

Anugrah mengatakan belum mengetahui data mengenai piutang itu meski buku CALK sudah ada di mejanya. Dia enggan mengomentari tingginya piutang tersebut karena belum membaca sendiri buku itu. Enggak enak kalau saya komentari sesuatu yang tidak saya baca sendiri. Selesai saya baca, nanti kami tanyakan ke pemkot saat rapat pansus Senin (17/6), ujar politikus PDIP tersebut.

Editor : Dhimas Ginanjar

Reporter : sal/c7/ayi


Sumber: JawaPos.com

Berita Terkait



add images