iklan Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Rommy disebut telah menerima uang suap, dari pejabat kanwil kemenag. Total uang haram itu mencapai Rp 325 juta. (Fedrik/JawaPos)
Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Rommy disebut telah menerima uang suap, dari pejabat kanwil kemenag. Total uang haram itu mencapai Rp 325 juta. (Fedrik/JawaPos)

JAMBIUPDATE.CO,  Bekas Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur Haris Hasanuddin dalam sidang dakawannya disebut telah memberikan uang suap kepada eks Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Rommy.

Total uang haram itu mencapai Rp 325 juta.

Terdakwa (Haris) melakukan beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ujar Jaksa KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (29/5).

Jaksa KPK Wawan menjelaskan, dalam dakwaan yang dibacakannya disebutkan Rommy mendapatkan uang dari Haris karena melakukan intervensi jabatan ke Kementerian Agama. Yakni intervensi supaya Haris diangkat sebagai Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Padahal, pada kenyataanya Haris tidak bisa diangkat karena masih mendapatan sanksi disiplin dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) di tahun 2016 silam.

Salah satu persyaratan untuk menduduki jabatan tersebut adalah tidak pernah dijatuhi sanksi hukuman disiplin PNS tingkat sedang atau berat dalam 5 tahun terakhir, katanya.

Jaksa KPK Haris mengatakan, peran Rommy adalah melakukan intervensi terhadap Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin untuk bisa mengangkat Haris menjadi Kepala Kanwil Kemenag di Jawa Timur.

Rommy sebagai Ketua Umum PPP dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin adalah kader PPP yang mempunyai kedekatan khusus dengan Rommy, ungkapnya.

Wawan menjelaskan, Žimbalan uang diberikan Haris terhadap Rommy totalnya sebesar Rp 325 juta. Pemberian uang itu dilakukan Haris selama dua kali.

Sementara itu, Samsul Huda Yudha selaku kuasa hukum Haris Hasanuddin membantah kliennya telah melakukan suap. Karena yang dilakukan kliennya adalah tradisi pesantren.

Menurut Samsul dalam pesantren biasa disebut Bisyaroh. Atau bisa disebut uang terima kasih. Sehingga itu adalah hal yang wajar dalam dunia pesantren.

Tidak pernah Pak Menteri, ataupun Pak Rommy meminta sesuatu, tidak pernah. Yang ada itu bentuk tradisi lama yang diambil bahasa arab namanya Bisyaroh yang artinya itu menggembirakan, ujar Samsul di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (23/5).

Menurut Samsul, Bisyaroh bisa dikatakan adalah tanda terima kasih. Sehingga hal itu tidak bisa dikaitkan dengan pemberian uang suap. Apalagi dana tersebut dari urunan Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur. Bukan berasal dari kantong pribadinya.

Bukan dari uang Pak Haris, melainkan dari seluruh kepala kantor, urunan untuk hormati Pak Menag yang datang," katanya.

Sehingga Samsul menjelaskan, Bisyaroh adalah bagian dari tradisi dalam ruang lingkup pesantren. Sehingga hal ini jangan dikaitkan dengan pemberian suap.

Ini sudah berlangsung lama, kebiasaan atau tradisi, atau bisyaroh kepada pimpinan yang hadir, katanya.

Terpisah, ŽJaksa dari KPK, Wawan Yunarwanto mengatakan apa yang dilakukan oleh Haris dengan memberikan uang kepada Rommy dan juga Menteri Agama Lukman Hakim adalah ilegal. Karena dalam hukum di Indonesia tidak dikenal dengan Bisyaroh.

Bisyaroh itu kan istilah bantuan, atau ucapan terima kasih. Tapi kan kita tidak bisa melepaskan antara Bisyaroh itu dengan jabatan Menteri Agama, apalagi momennya adalah ketika terdakwa akan maju sebagai Kepala Kanwil, kata Wawan.

Sehingga, Wawan menjelaskan Haris telah melakukan dugaan suap. Karena pejabat negara tidak boleh menerima uang. Walaupun itu adalah tradisi di lingkungan pesantren.

Kalau ada menteri datang, itu ada semacam tarikan. Sebenarnya itu kan sifatnya tarikan itu ilegal, jadi kan itu enggak tahu sumber duitnya, katanya.

Sekadar informasi, ŽHaris didakwa memberikan suap kepada mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Rommy. Mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur itu disebut memberikan uang total Rp 325 juta kepada Rommy.

Jaksa meyakini Haris melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Editor : Dimas Ryandi

Reporter : Gunawan Wibisono

 


Sumber: JawaPos.com

Berita Terkait



add images