JAMBIUPDATE.CO, SUNGAIPENUH - Isu hangat kembali menyelimuti kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Kali ini, sorotan publik bukan tertuju pada satwa langka, melainkan pada dugaan praktik jual beli lahan ilegal di dalam kawasan konservasi tersebut.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungai Penuh kini tengah mengintensifkan penyelidikan terhadap indikasi kuat transaksi lahan TNKS yang diduga melibatkan oknum pejabat desa dan pihak swasta. Kasus ini bahkan telah dinaikkan ke tahap penyidikan.
BACA JUGA: Operasi Lilin 2025, 135 Personel Gabungan Amankan Natal dan Tahun Baru di Tanjabtim
“Kasus ini sudah masuk tahap penyidikan. Kami sedang berkoordinasi dengan berbagai pihak dan terdapat indikasi kerugian negara,” tegas Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sungai Penuh, Yogi Purnomo, dalam sebuah forum beberapa waktu lalu.
Berdasarkan penyelidikan awal, modus yang digunakan diduga berupa pemalsuan dokumen pertanahan atau penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) ilegal oleh oknum di tingkat desa. Dengan dokumen yang kerap disebut “aspal” (asli tapi palsu) tersebut, lahan yang sejatinya merupakan kawasan konservasi negara diklaim seolah-olah sah untuk diperjualbelikan.
BACA JUGA: Kapolsek Jaluko Sigap Layani Korban Kecelakaan di Pos Nataru Mendalo Darat
Dalam proses klarifikasi, Kejari Sungai Penuh telah memanggil dua pihak, masing-masing berinisial M, mantan Kepala Desa Baru Lempur, serta HS yang diketahui sebagai pimpinan PT Casiavera Gemuruh Cemerlang. Pemanggilan ini mengindikasikan adanya dugaan keterlibatan antara aparat desa dan pihak swasta.
Meski demikian, hingga saat ini Kejari belum menetapkan tersangka. Yogi menegaskan bahwa penanganan perkara dilakukan secara profesional dan transparan. “Kasus ini akan kami proses lebih lanjut pada tahun 2026,” ujarnya.
BACA JUGA: Serapan APBD Tanjabtim Capai 83 Persen, Pemkab Optimistis Tembus 95 Persen Akhir Tahun
Untuk memperkuat pembuktian, Kejari Sungai Penuh juga telah berkoordinasi dengan Balai Besar TNKS, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), termasuk dalam penghitungan potensi kerugian negara.
Sikap tegas turut disampaikan Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Dwi Januanto Nugroho, yang menegaskan komitmen pemerintah dalam memberantas praktik ilegal di kawasan hutan negara. Upaya ini sejalan dengan berbagai operasi penegakan hukum KLHK, salah satunya Operasi Merah Putih, yang berhasil merebut kembali ribuan hektare lahan TNKS dari aktivitas perambahan ilegal.
BACA JUGA: Harga Telur Ayam di Muaro Jambi Meroket, Tembus Rp56 Ribu per 30 Butir
Kasus dugaan jual beli lahan di TNKS sendiri bukanlah cerita baru. Pada 2017, seorang kepala desa di Kabupaten Kerinci pernah tersandung kasus serupa terkait penerbitan SKT palsu untuk lahan penyangga TNKS. Bahkan pada 2008, tiga petani dilaporkan menjadi korban setelah membeli lahan di kawasan TNKS dari oknum yang mengaku sebagai pemilik sah.
Penyelidikan terbaru ini diharapkan tidak hanya mampu mengungkap tuntas jaringan pelaku, tetapi juga memberikan efek jera serta menjadi peringatan keras bagi seluruh pihak agar tidak merusak dan memperjualbelikan kawasan konservasi. TNKS merupakan aset negara yang tak ternilai sekaligus “paru-paru dunia” yang wajib dijaga keberlanjutannya.(Hdp)
