iklan Dr. Dedek Kusnadi, MSi,. MM
Dr. Dedek Kusnadi, MSi,. MM

Seorang mahasiswa misalnya, berupaya keras menarik perhatian dosen. Tujuanya, supaya memperoleh nilai A. Nilai A adalah sumber daya yang hendak diperebutkan. Sehingga, mahasiswa dalam satu kelas berkompetisi menarik perhatian dosen. Mereka akan melakukan berbagai upaya, mulai dari rajin kuliah, aktif bertanya, disiplin mengerjakan tugas, bahkan sampai nekat menyogok dosen, demi memperoleh perhatian dosen. Perhatian itu dimaksudkan agar memperoleh nilai A (sumber daya non materi).

Nah,

Kaitannya dengan konflik, apapun bentuknya, termasuk konflik yang terjadi di gedung DPRD itu, harus dipahami sebagai sebuah perebutan sumber daya. Sumber daya apa yang diperebutkan?

Jawabannya tidak tunggal. Bisa sumber daya materi, bisa non materi. Tapi, mengutip Maswadi Rauf, naluri seorang politisi itu selalu sama, yaitu adanya keinginan untuk memperoleh kekayaan (sumber daya materi).

Mengapa kekayaan diperlukan?

Karena dengan kekayaan manusia bisa hidup senang, terpenuhi segala kebutuhan materinya. Bukankah kekuasaan atau posisi politik membuka akses untuk mendapatkan kekayaan?.

Sebagai contoh, dengan diberikan kesempatan oleh penguasa politik kepada seseorang (umpanya pengusaha) untuk melakukan sebuah proyek, menyebabkan si pengusaha itu berterimakasih yang akan diwujudkan dalam bentuk pemberian hadiah.

Penguasa politik bisa memperkaya diri dengan menggunakan kekuasaan politik. Jadi, posisi politik membuka peluang yang amat luas bagi penguasa politik untuk dapat menikmati hidup secara maksimal, baik secara sah maupun tidak sah.

Sekali lagi, pahamilah sebuah konflik sebagai pertarungan memperebutkan sumber daya. Karena sumber daya yang diperebutkan terbatas, maka, di situlah konflik terjadi.

*Penulis adalah Dosen Ilmu Pemerintahan dan Pascasarjana UIN STS Jambi.
Juga direktur PUSKASPOL Pusat kajian sosial dan politik Jambi *


Berita Terkait