iklan Ilustrasi
Ilustrasi

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Kampanye Pilkada Serentak 2020 diprediksi berpotensi menimbulkan kerumunan massa. Satgas Penanganan COVID-19 menyerukan kegiatan pengumpulan massa saat kampanye diganti dalam bentuk digital. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyebaran virus COVID-19.

“Agar kegiatan kampanye tersebut tidak menimbulkan kerumunan dan penularan, bisa dilakukan dengan digital. Dengan begitu, tidak ada acara mengumpulkan massa secara fisik,” tegas Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito di Jakarta, Kamis (17/9).

Dia menyatakan ada 45 kabupaten dan kota berstatus zona merah COVID-19. “Untuk mengantisipasi kemungkinan adanya konser musik atau acara yang digelar serta berpotensi munculkan kerumunan massa, mohon agar peserta pilkada menyesuaikan,” terang Wiku.

Menurutnya, kewaspadaan perlu ditingkatkan. Terutama di daerah peserta pilkada yang masuk dalam zona berisiko tinggi. Dia mencontohkan Jawa Timur dengan tingkat kerawanan 7,25 persen. Kemudian Jawa Tengah 6,45 persen wilayah berisiko tinggi untuk peserta pilkada. Sebab, memiliki jumlah persentase kematian terbanyak.

“Terdapat 243 pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan bakal pasangan calon maupun parpol. Beberapa pelanggaran tersebut di antaranya ada yang positif COVID-19 saat mendaftar di KPU. Kemudian, terjadi kerumunan massa. Seperti arak-arakan pendukung, tidak menjaga jarak, dan tidak melampirkan hasil swab saat mendaftar,” tuturnya.

Berdasarkan data KPU RI, hingga 14 September 2020, ada 60 bakal calon yang dinyatakan positif COVID-19. Wiku meminta semua pihak dapat mematuhi dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar juga tidak setuju

jika konser musik dan kegiatan kampanye lain yang menimbulkan kerumunan massa digelar. “Saya pikir aturan terkait hal itu bisa diperbaiki,” kata Bahtiar di Jakarta, Kamis (17/9).

Menurutnya, [osisi pemerintah sejak awal sudah jelas. Yaitu tidak setuju dengan segala bentuk kerumunan. Sementara, konser musik adalah suatu kegiatan yang memang sangat spesifik. Konser musik tidak ditentukan jumlah orang yang hadir. Selain itu, bisa menyebabkan kerumunan massa.

“Segala bentuk konser musik kita tolak. Seluruh dunia konser musik ditutup. Jadi aneh juga kalau di Indonesia justru masih mengizinkan. Itu sikap dari Kemendagri. Kecuali virtual. Selama ini praktiknya sudah ada. Kalau itu tidak masalah,” paparnya.

Seperti diketahui, Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 tahun 2020 pada pasal 63 mengatur kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satunya konser musik.

Sementara itu, Ketua Bawaslu RI Abhan mengatakan prinsipnya Bawaslu akan mengawasi segala bentuk kampanye yang diatur dalam PKPU. Nantinya Bawaslu akan mengawasi apakah peserta benar-benar dibatasi 100 orang yang hadir atau tidak.

“Tentu Bawaslu dalam melakukan pengawasan mengacu pada PKPU. Memang ada kegiatan yang sifatnya mengumpulkan massa dibatasi. Kalau pertemuan terbatas di ruangan itu 50. Kalau di lapangan terbuka maksimal 100,” jelas Abhan.

Terpisah, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad meminta kepada penyelenggara Pemilu meniadakan pelaksanaan konser musik dalam kampanye Pilkada Serentak 2020.

Menurutnya, Pilkada Serentak 2020 di masa pandemik COVID-19 tentu berbeda dengan pikada sebelumnya. Karena itu, penting bagi penyelenggara pemilu mempersiapkan tahapan demi tahapan dalam Pilkada 2020 dengan penuh kehati-hatian.

“Kurva penyebaran COVID-19 di Indonesia angkanya semakin mengkhawatirkan. DPR menilai kegiatan konser musik tidak ada urgensinya terhadap pelaksaan Pilkada 2020,” tegas Dasco.

Bahkan, lanjutnya, kegiatan konser musik dalam kampanye Pilkada 2020 berpotensi melanggar protokol kesehatan. Sebab, berpotensi menimbulkan kerumunan massa.(rh/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait