iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

“Secara teori harapan dua kandidat itu bagus. Biar pilkada kompetitif. Tapi fakta di lapangan tidak mudah. Untuk pemilihan bupati atau walikota saja, calon bisa habis Rp 25 miliar. Belum pemilihan gubernur yang sampai ratusan miliar rupiah. Apakah KPU mau membantu membiayai agar calon lebih dari satu? ujar Zaki kepada Fajar Indonesia Network (FIN) di Jakarta, Rabu (15/1).

Menurutnya, itu menjadi problem tersendiri yang harus dipikirkan lembaga penyelenggara pemilu. Ia menegaskan, tidak semua partai dan warga negara yang ingin maju dalam kontestasi lima tahunan punya modal sebesar itu. “Jika aturan tersebut bisa direalisasikan, akan muncul fenomena baru. Yakni calon-calon boneka yang hanya menjadi pelengkap dan syarat sah. Apa juga mau dilarang? KPU harus mengatur kalau ingin aturannya membumi,” bebernya.

Zaki berpendapat, munculnya satu pasangan calon dalam pilkada disebabkan kurang baiknya kaderisasi yang dilakukan partai politik. Persoalan utamanya terletak pada politik biaya tinggi. “Banyak kader yang hebat tidak bisa maju karena nggak punya duit. Itu masalahnya. Apa harus ngutang dulu ke bank ? KPU ditantang menemukan solusinya,” tandasnya. (khf/fin/rh)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images