iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (JPNN)

Mereka belum mengantongi NIP PPPK. Belum bisa menikmati gaji setara PNS dan masih menerima honorarium sebagai honorer.

Dampak lainnya adalah, honorer K2 terpecah belah. Saat rekrutmen PPPK tahap I dibuka Februari, sebagian besar belum bisa ikut. Ada yang memang menolak ikut tes karena berharap jadi PNS.

Sementara yang sudah ikut, harus menerima tekanan batin dari sesama honorer K2. Mereka harus mendapatkan cap sebagai pengkhianat karena memilih menjadi PPPK. Dianggap tidak setia pada visi perjuangan, lewat sejumlah aksi demo yang sudah digelar, yakni satu tujuan: menjadi PNS.

 

Seperti yang dirasakan Ketum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih dan Koordinator Wilayah PHK2I Jawa Tengah Ahmad Saefudin. Keduanya, lulus PPPK dan harus menerima hujatan dari anggotanya.

Keikutsertaan Titi dalam PPPK mendapatkan kritikan tajam dari pengurus dan anggota lainnya. Komitmen perjuangan menjadi PNS diragukan.

"Kami sebenarnya kecewa karena Bu Titi itu tidak komitmen. Mana yang katanya PNS yes, PPPK no. Ini malah kebalikannya, PNS no, PPPK yes," kata Karno, wakil ketua PHK2I kepada JPNN.com, Selasa (31/12).

Kekecewaan juga disampaikan Korwil PHK2I Jawa Timur Eko Mardiono. Meski kecewa, baik Karno maupun Eko tetap berharap Titi terus berjuang bersama mengawal revisi UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merupakan pintu masuk honorer K2 jadi PNS.

Selain PPPK, honorer K2 menjadi dua kubu gegara Pilpres. Sebagian mendukung pasangan Prabowo-Sandi. Sebagian lagi menjadi loyalis Jokowi-Ma'ruf. Dua kubu itu juga terseret arus besar perseteruan.


Berita Terkait



add images