iklan Ilustrasi.
Ilustrasi.

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Sindiran bernada nyinyir, menyerang Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Pria yang kini kerap disapa BTP itu pun, tak ubahnya menjadi ”musuh” bersama bagi mereka yang kurang suka terhadap pria asal Bangka itu.

Sejumlah tokoh politik, ekonom, sampai mantan menteri pun, mengupas habis tentang keraguan. Tapi dibalik semua itu, banyak juga yang memuji kecemerlangangan BTP dalam memimpin. Sebut saja saat dia memimpin Pemprov DKI Jakarta.

Nada-nadanya, BTP memang sosok yang begitu mencolok menjelang tutup tahun. Tentu sindiran sampai nada nyinyir itu pun, harus dijawab oleh BTP dengan kerja keras.

Ya, kerja keras. Kerja melayani rakyat, bukan kerja yang sebatas seremoni, meski posisisnya sebagai Komisaris Utama. Wakil dari pemerintah. Nah, Mantan Menteri era SBY, Dahlan Iskan punya pandangan tersendiri tentang BTP.

Dalam kolom Disway, Abah—sapaan akrab Dahlan Iskan menyebut BTP Mampu. Berikut usalan DI.

Komisaris Harmonis

Akhirnya jelas: BTP menjadi Komisaris Utama Pertamina. Bukan direktur utamanya. Bukan juga Dirut PLN atau yang lain.Kapan?

”Bisa besok atau lusa,” ujar Menteri BUMN Erick Thohir Jumat lalu. ”Pertamina kan bukan perusahaan publik. Gampang,” katanya.
Apakah BTP akan mampu?

Saya bisa menjawab: mampu. Komut tidak seberat dirut. Pekerjaan komut adalah pengawas. Mengawasi direksi. Ia mengawasi. Bukan menjalankan.
Yang menjalankan perusahaan adalah direksi.

Menjadi dirut pun BTP mampu. Saya tidak pernah meragukan kemampuan BTP.
Toh, mampu dan Mampu itu tidak sama.

Mampu menarik benang dari tepung adalah mampu. Mampu menarik benang dari tepung tanpa membuat tepungnya terhambur adalah Mampu.
Saya sendiri belum termasuk Mampu. Pun mampu pun mungkin belum.

Sulit menilai kemampuan seorang komisaris.
Yang selalu dinilai mampu atau tidak biasanya adalah direksi.

Penilaian kepada komisaris biasanya terbatas pada bagaimana hubungannya dengan direksi. Harmonis atau tidak. Cekcok atau tidak.

Orang luar tidak akan tahu prestasi komisaris.
Yang tahu harmonis atau tidak hanya internal perusahaan sendiri.

Hanya kadang saja bocor sampai bawahan. Bisa juga bocor sampai anggota DPR. Keluhan direksi atas komisaris biasanya soal sulitnya mendapat persetujuan.

Kadang memang harus sulit. Apalagi menyangkut program yang mengandung risiko perusahaan. Komisaris harus kritis.

Tapi sering juga karena komisarisnya tidak menguasai masalah. Yang seperti ini direksi akan sangat jengkel. Merasa sangat terhambat.

Ada juga komisaris yang tidak berani memberi persetujuan karena tidak bisa memahami program yang diusulkan direksi.

Pernah pula terjadi komisaris ”menggantung” keputusan. Tidak disetujui tapi juga tidak ditolak.

Harmonis adalah kata kuncinya. Komisaris dan direksi harus harmonis. Agar perusahaan cepat mengambil putusan. Ya atau tidak. Atau ditunda. Tapi ada keputusan.

Saya tidak tahu apakah hubungan komisaris dan direksi di Pertamina nanti bisa harmonis.
Kalau sumber ketidakharmonisan itu ada pada direksi mudah. Komisaris berhak memberhentikan direksi. Setidaknya memecat untuk sementara.

Tapi kalau sumbernya komisaris lebih sulit. Tidak ada wewenang direksi untuk memberhentikan komisaris. Direksi biasanya juga tidak berani melaporkan komisaris ke pemegang saham. Kalau tidak sangat keterlaluan.

Perusahaan bukan arena politik. Yang popularitas bisa dilewatkan pertengkaran. Di perusahaan tidak boleh tidak harmonis. (Dahlan Iskan)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images