iklan Wakil Ketua DPRFahri Hamzah
Wakil Ketua DPRFahri Hamzah (JPNN)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA - Rapat Paripurna DPR 2014-2019 yang terakhir, Senin (30/9), tidak lagi mengesahkan rancangan undang-undang menjadi UU. Permintaan Presiden Joko Widodo melalui surat yang dikirim Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, agar menunda pengesahan RUU menjadi UU, juga direspons.

RUU yang tidak tuntas atau ditunda di 2014-2019, akan di-carry over ke periode berikutnya. Carry over itu sudah diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang sudah disahkan beberapa waktu lalu.

"Di-carry over artinya itu diupayakan setelah sosialisasi disahkan secepat-cepatnya dalam awal periode yang akan datang," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah usai Rapat Paripurna DPR, Senin (30/9).

Seperti diketahui, pengesahan sejumlah RUU ditunda di periode ini. Seperti RKUHP, RUU Perkoperasian, RUU Pemasyarakatan, RUU Mineral dan Batubara, serta lainnya.

Fahri mengatakan ini menjadi tugas DPR dan pemerintah ke depan untuk menyosialisasikan, karena sebenarnya tidak ada masalah dengan sejumlah RUU yang ditunda, termasuk RKUHP.

"Jadi, saya kira ini jadi tugas Pak Jokowi di awal periodenya untuk menyosialisasikan bahwa republik ini kalau mau tenang, mau tentram, kalau mau hukumnya pasti, kalau mau ada keadilan, ya maka segeralah UU Belanda (KUHP) itu diganti dengan UU yang kita buat sendiri. Itu saja sebenarnya," papar Fahri.

Dia menjelaskan keterlaluan kalau ada yang menentang KUHP baru dan masih menggunakan UU zaman Belanda atau yang lama. "Okelah, kami sudah tunda. Silakan pemerintah nanti menyosialisasikan karena ini (RKUHP) juga usulan pemerintah," ungkapnya.

Lebih jauh Fahri menjelaskan bahwa RUU itu punya masalah karena pembahasannya bersama dengan pemerintah. "Karena pemerintahnya sering menjadi bagian dari masalah," katanya.

Dia mencontohkan, KUHP itu bermasalah karena sosialisasinya tidak masif.
Dia mengatakan kalau UU dibahas sendiri oleh DPR, tentu publik bisa menyalahkan parlemen. Hanya saja, kata dia, UU itu merupakan kajian atau pembahasan bersama antara DPR dan pemerintah.

"Jadi UU itu kadang-kadang ada yang disahkan, ada yang dibatalkan, ada yang ditunda, semua itu politik. Tidak bisa kemudian kinerjanya dihitung dengan begituan," paparnya. (boy/jpnn)


Sumber: www.jpnn.com

Berita Terkait



add images