iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

“Selama ini pemerintah memasang tarif dengan mengacu ke fasilitas kesehatan negeri, seperti RS negeri, yang semuanya digaji sama negara. Sedangkan RS swasta kan berbeda, harus membayar gaji dan operasional sendiri, namun disamakan tarifnya, ini yang membuat RS swasta melakukan tindakan yang tidak benar,” katanya.

Di sisi lain, Erfen mengoreksi arah kebijakan kesehatan pemerintah. Menurutnya, keberadaan BPJS Kesehatan juga harus dibarengi dengan sinergisitas pihak swasta.

“Artinya, anggaran pemerintah untuk membangun faskes seperti Puskesmas dan RS dan pengadaan tenaga PNS sampai ambulans, itu bisa disalurkan ke klinik swasta yang telah ada, gunakan mereka. Di Australia seperti itu, pemerintah memanfaatkan keberadaan klinik swasta ini, perusahaan swasta didorong berkontribusi terhadap kelengkapan Faskes di wilayah operasional mereka, dengan iming-iming pengurangan pajak,” kata Erfen.

Selain itu, dia meminta agar pemerintah mendorong kebijakan dokter keluarga. Dokter umum yang selama ini ada harus melengkapi kemampuan spesialisasi sehingga penanganan pasien cukup di faskes paling awal.

Dia menilai persoalan utama BPJS Kesehatan bukan sekadar soal iuran yang mesti dikerek, melainkan pembenahan mental para pemangku kepentingan.

“Jadi mau aturan atau tarifnya seperti apa, jika ada mental mencari untung sendiri, susah. Apalagi mental korup yang juga mengincar dana kesehatan,” beber Erfen.

Terpisah, dr. Nugraha yang bekerja di perusahaan Mc Dermot yang merupakan praktisi kesehatan di Batam mengungkapkan jika ada tudingan terhadap RS dan klinik swasta, seharusnya hal itu dibuktikan dalam sebuah audit.

“Karena pada dasarnya tidak ada asuransi kesehatan di dunia yang seperti BPJS Kesehatan menanggung semua, selama ini baru orang perkotaan yang memanfaatkan BPJS sudah kelimpungan, belum lagi yang di desa-desa nantinya. Jadi iuran seberapapun, itu akan tetap defisit,” tandas Nugraha. (JPNN)


Sumber: www.jpnn.com

Berita Terkait



add images