iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

Sementara Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Pieter Abdullah menilai kasus Giant dan Bukalapak serupa namun tak sama.

“Giant tutup karena perubahan gaya hidup, cara belanja masyarakat. Yang tadinya suka belanja ke mal sambil rekreasi, sekarang berubah belanja sedikit-sedikit dan cari gampang belanja online atau belanja ke mart dekat rumah,” ujar Pieter kepada FIN, kemarin (13/9).

Soal Bukalapak melakukan pengurangan sebanyak 100 orang dari 2.600 karyawan, menurut Pieter, Bukalapak harus mengkonsoloidasikan usaha karena mulai surutnya aliran dana dari investor.

“Saya meyakini saat ini ekonomi digital khususnya bisnis startup sebenarnya masih baik-baik saja. Memang di tengah perlambatan ekonomi global saat ini aliran modal masuk ke startup melambat karena investor cenderung lebih hati-hati,” kata Pieter.

Lanjut Pieter, bahwa hampir semua startup atau unicorn selama ini menggantungkan cashflow-nya dari aliran modal investor. Mereka belum memetik hasil keuntungan, banyajk dari mereka masih merugi karena bakar uang.

“Jadi wajar ketika aliran modal terhenti, sementara belum ada keuntungan maka ada startup atau unicorn melakukan pengurangan pengeluaran termasuk mengurangi pegawai. Kasus ini yang terjadi di bukalapak,” ucap Pieter.

Sebelumnya Giant telah menutup 6 gerainya pada tanggal 28 Juli 2019. Pihak manajemen beralasan penutupan dilakukan sebagai langkah transformasi bisnis, dan upaya tetap bertahan di dalam persaingan yang semakin ketat.

Adapun gerai Giant yang dikabarkan tutup tahun ini adalah Giant Ekspres Cinere Mall, Giant Ekspres Mampang, Giant Ekspres Pondok Timur, Giant Ekstra Jatimakmur, Giant Ekstra Mitra 10 Cibubur, Giant Ekstra Wisma Asri, dan Giant Ekstra Poins Square. (fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images