iklan

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA  Praktik Jual beli data pribadi jadi perbincangan hangat belakangan. Era digital saat ini menjadikan data pribadi semakin rawan dicuri.

Padahal, data personal seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan identitas diri lainnya sangat krusial dan penting dilindungi.

Kabar yang baru-baru ini viral mengenai adanya praktik jual beli data pribadi pun harus menjadi perhatian serius semua pihak. Dialah Samuel Christian Hendrawan dengan akun Twitter @hendralm, yang memviralkan soal adanya praktik jual beli data pribadi di media sosial (medsos).

Terkait dengan hal tersebut, Executive Director South East Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto menilai bahwa praktik jual beli data pribadi yang dilakukan di medsos merupakan organize crime atau kejahatan yang terkoordinasi. Kejahatan tersebut tidak mungkin dilakukan sendiri.

Suka nggak suka kita harus memperhatikan perkembangannya. Kalau dilihat dari bagaimana cara mengumpulkan data, satu orang tidak mungkin mengumpulkan data berjuta-juta lembar. Pasti ada sebuah organisasi yang melakukan ini, terang Damar dalam diskusi terkait dengan Perlindungan Data Pribadi (PDP) di Jakarta, Kamis (1/8) sore.

Pernyataan Damar terkait praktik jual beli data pribadi merupakan kejahatan yang terorganisir juga sesuai dengan penuturan Hendra, pemilik akun Twitter @hendralm yang memviralkan praktik jual beli data pribadi via medsos. Seperti sudah kami beritakan sebelumnya, Hendra mengungkap ada beberapa modus yang dilakukan para pemulung data. Modus tersebut melalui platform jual beli online, situs penyedia lapangan kerja, SMS spam, aplikasi gadungan di Google Play Store, dan door to door ke kampung-kampung menawarkan sembako gratis.

Tapi kalau saya mendengar apa yang disampaikan Hendra, saya meyakini ini tidak dikerjakan satu atau dua orang, tapi ini terdiri dalam satu kelompok organisasi. Nanti penyelidikan kepolisian dari cyber crime Mabes Polri akan menjelaskan sebetulnya orang-orang yang terlibat berapa orang sih, bagaimana cara mereka bekerja mengumpulkan data, dan sebagainya, lanjut Damar.

Damar juga menyebut ada tiga motif pencurian data pribadi. Pelanggaran ini bisa berupa pencurian dan penyalahgunaan data. Ketiga motif itu terkait dengan ekonomi, politik, dan ancaman.

Pelaku kejahatan penyalahgunaan data pribadi juga memiliki tujuan, salah satunya adalah mendulang uang. Ketika ditanya soal seberapa besar potensi ekonomi dalam penyalahgunaan data pribadi, Damar menyebut peluang ekonomi jual beli data pribadi tergolong besar.

Dia mencontohkan, jika satu data dalam bentuk Kartu Keluarga (KK) dihargai Rp 5 ribu, bisa dibayangkan berapa keuntungan dari sekian banyak KK yang didapatkan. Misalnya saja satu KK dijual Rp 5 ribu, nah jika mereka tembus dan mereka bisa manfaatkan untuk mendaftar platform pinjaman online dan dijanjikan Rp 1 juta untuk satu data, kalikan saja jumlah KK yang mereka miliki untuk mendaftar akun pinjaman online. Peluang ekonominya besar, jelas Damar.

Oleh sebab itu, Safenet menganjurkan kepada pihak penyedia layanan untuk membuat mekanisme verifikasi yang lebih jelas. Pasalnya, saat ini untuk memproses verifikasi data hanya memerlukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK). Damar menganggap kedua model verifikasi tersebut mudah dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Seperti sudah disinggung di atas, sebelumnya akun Twitter @hendralm ramai di media sosial. Dia mencuitkan soal ramainya jual beli data pribadi berupa NIK, nomor KK, hingga foto selfie. Jual beli ini dilakukan di grup Dream Market Official di Facebook. Dari tangkapan layar yang dibagikan dari grup itu transaksi jual beli data kependudukan ini digunakan untuk membuka akun layanan jual beli online menggunakan data orang lain. Jumlah yang diperjualbelikan pun ratusan hingga ribuan data kependudukan. (jp)


Sumber: Fajar.co.id

Berita Terkait



add images