iklan Caleg DPD RI, Evi Apita Maya.
Caleg DPD RI, Evi Apita Maya.

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA Kelewat cantik dalam foto, caleg DPD RI, Evi Apita Maya terpaksa digugat dan bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sidang sengketa hasil pileg unik dari NTB itu kembali dilanjutkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis, (25/7). Setelah lolos dari putusan sela, kasus dengan tuduhan edit foto secara berlebihan itu kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.

Setiap pihak mengajukan saksi dan ahli untuk memperkuat dalil kebenaran versi mereka.

Pemohon, Farouk Muhammad menghadirkan tiga saksi dan satu ahli di bidang fotografi. Kesaksian mereka tergolong singkat. Misalnya, Prihadi Sufiyanto yang ahli di bidang fotografi. Sejak awal, dia menjelaskan bahwa ada tiga wilayah kerja fotografi. Yakni, jurnalistik atau dokumenter, komersial, dan seni.

Menurut dia, foto caleg Evi Apita Maya tergolong wilayah kerja dokumentasi sehingga hanya boleh sebatas editing sederhana atau retouch. Bukan manipulasi. Dia sudah meneliti foto Evi di surat suara dengan foto lainnya. Ini nggak hanya retouching, tapi sudah masuk manipulasi, terangnya.

Kemudian, saksi bernama Oni yang dihadirkan dalam sidang mengakui bahwa foto Evi memang kelewat cantik. Sampai-sampai ada yang meyakini bahwa perempuan dalam foto itu bukan Evi.

Oni menduga Evi memakai foto Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany. Warga mengatakan bahwa mereka memilih Evi karena fotonya yang cantik, ujarnya.

Saksi lainnya, Nanik, juga menyatakan foto Evi lebih cantik daripada aslinya. Namun, yang dia maksud aslinya adalah foto Evi dalam versi lain.

Dengan Ibu Evi pernah ketemu nggak? tanya hakim panel konstitusi Suhartoyo. Nggak pernah, yang mulia, jawab Nanik. Suhartoyo pun langsung berkomentar singkat. Oh.. ya itu, katanya.

Sementara itu, Evi menghadirkan pakar hukum tata negara, Prof Juanda. Sejak awal, dia berbicara tentang ketentuan hukum pemilu mengenai foto Evi. Saya teliti, di peraturan perundang-undangan tidak ada satu pun yang melarang (editing foto, Red), jelasnya.

Selain itu, tidak boleh ada tuduhan manipulasi sebelum pengadilan memutuskan bahwa foto tersebut adalah hasil manipulasi.

Tidak ada signifikasi antara wajah cantik dan perolehan suara. Secara hukum, sulit membuktikan bahwa wajah yang cantik bisa membuat perolehan suara melonjak signifikan. Kecuali, majelis hakim mau memanggil pemilih yang ratusan ribu itu atau paling tidak setengahnya untuk diperiksa, ujarnya.

Setelah sidang, Evi kembali menegaskan bahwa fotonya bukan hasil manipulasi. Itu foto saya asli, tegasnya. Karena itu, dia yakin bahwa gugatan Farouk akan ditolak majelis hakim konstitusi. Sebab, dalil yang disampaikan tidak didukung bukti dan keterangan saksi yang signifikan. (jp)


Sumber: www.fajar.co.id

Berita Terkait



add images