iklan Surat suara Pemilu 2019. Foto : JPG
Surat suara Pemilu 2019. Foto : JPG

JAMBIUPDATE.CO, BULUNGAN - Salah satu calon anggota legislatif (caleg) di Bulungan, Kalimantan Utara, menyegel SDN 002 di Kecamatan Sekatak karena gagal menjadi anggota dewan.

Perbuatan caleg gagal itu membuat 97 siswa SDN 002 harus menumpang di SMPN 2 Sekatak.

Camat Sekatak Ahmad Safri mengatakan, sebelum pencoblosan Pemilu 2019, si caleg berjanji kepada masyarakat akan menghibahkan tanah yang di atasnya berdiri SDN 002.

Si caleg meminta masyarakat Desa Sekatak Bengara memilih dirinya pada hari pencoblosan.

Namun, perolehan suara caleg itu ternyata jeblok. Dari 700 daftar pemilih tetap (DPT), suara yang diperoleh caleg itu hanya 180 suara.

"Itulah mungkin yang buat caleg itu sakit hati. Karena itu, sekolah itu disegel sama dia," ujar Safri, Minggu (19/5).

Safri juga tidak menampik fakta bahwa lahan sekolah tersebut merupakan milik sang caleg.

Awalnya, kata Safri, lahan tersebut milik paman caleg tersebut. Setelah itu lahan tersebut dibebaskan menggunakan alokasi dana desa beberapa tahun lalu.

Namun, pembebasan lahan menggunakan alokasi dana desa menjadi temuan Inspektorat Bulungan.

Nah, si caleg yang pada saat itu merupakan kepala Desa Sekatak Bengara mengganti dengan uang pribadi sebesar Rp 50 juta.

Saat beliau mau jadi anggota DPRD Bulungan, hanya sedikit yang mendukungnya," ungkap Safri.

Dia menambahkan, upaya menyelesaikan persoalan itu sudah dilakukan dengan melibatkan pemerintah desa dan Dinas Pendidikan Bulungan.

Namun, hingga kini belum ada titik temu. Bahkan, sambung Safri, caleg gagal tersebut meminta ganti Rp 500 juta.

"Persoalan yang ada di Disdikbud tidak bisa berbuat apa-apa lantaran terkendala dengan anggaran," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Kurikulum Disdikbud Bulungan Dedy Irawan mengatakan, pihaknya sudah melaporkan hal itu pada bupati.

"Kami juga sudah berusaha menyelesaikan permasalahan (penyegelan) itu, ujarnya.

Menurutnya, sekolah itu dibangun pada 1975 dan tidak ada tuntutan dari pemilik lahan. Saat itu, SD tersebut masih berstatus sekolah inpres.

Seiring waktu, pemilik lahan meninggal dunia. Namun, ahli waris meminta pemerintah daerah untuk membelikan dua ekor kambing.

"Saat itu tak dapat dipenuhi pemerintah daerah. Hingga akhirnya harga lahan naik jadi Rp 16 juta. Tahun berikutnya harga naik sampai Rp 50 juta," beber Dedy.

Sekitar 2013, lanjut Dedy, caleg yang saat itu sebagai kades berinisiatif membayar menggunakan ADD. Pembayaran dilakukan dua kali.

"Akan tetapi, tidak ada lapor ke Disdikbud. Hal itu kami anggap inisiatif karena surat-surat kepemilikan tanah juga tidak ada," ungkapnya.

Mengenai permintaan ganti Rp 500 juta, dirinya menganggap hal itu tidak masuk akal. Apalagi, tanpa dilengkapi surat-surat.

"Kasusnya mirip dengan SDN 019 Tanjung Selor, ujarnya. (uno/fen/prokal/jpnn)


Sumber: www.jpnn.com

Berita Terkait



add images