iklan Ilustrasi. Foto : JPG
Ilustrasi. Foto : JPG

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak bertindak tegas terhadap pemecatan pegawai negeri sipil (PNS) terpidana korupsi. Hingga akhir April 2019 terdapat 1.124 PNS terpidana korupsi yang belum dipecat.

"Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) patut diberi sanksi," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha, Selasa (7/5).

Pemecatan PNS terpidana korupsi mestinya tuntas pada Desember 2018. Dengan berbagai kendala, batas akhir pemecatan diperpanjang hingga April 2019.

"Sampai awal Mei 2019, proses pemecatan terus berjalan di tempat," sesalnya.

Dalam pertemuan dengan tim ICW 12 April 2019, tim Kemendagri yang diwakili Sekretaris Jenderal Hadi Prabowo beserta jajarannya mengatakan akan mulai kembali membicarakan permasalahan pascaperhelatan Pemilu 17 April 2019 lalu. "Tim Kemendagri juga berjanji akan menuntaskan permasalahan tersebut," ungkapnya.

Hanya saja, hingga saat ini tindakan signifikan dari Kemendagri belum terlihat. Padahal Kemendagri memiliki peran penting untuk menuntaskan permasalahan ini. Dalam pasal 373 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Kemendagri memiliki kewenangan melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemda. Dalam Pasal 68, Kemendagri berwenang untuk memberikan sanksi kepada kepala daerah.

"Lebih lagi, Kemendagri tutur menandatangani surat keputusan bersama (SKB) tentang pemecatan PNS koruptor," jelasnya.

Kemendagri pernah menyatakan bahwa akan mengeluarkan peraturan menteri dalam negeri yang mengatur pemberian sanksi bagi Sekda yang tidak memecat PNS koruptor. Saat itu Kemendagri mengaku peraturan 70 persen telah rampung. "Hingga April 2019, peraturan itu tak diketahui kelanjutannya," paparnya.

Menurut dia, lambannya proses pemecatan adalah bentuk ketidakpatuhan PPK terhadap peraturan perundang-undangan. "Oleh sebab itu mereka patut diberikan sanksi," tegasnya.

Surat Edaran Menteri PAN-RB Nomorr B/50/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjatuhan PTDH oleh PPK menyatakan apabila PPK tidak melaksanakan pemecatan hingga batas waktu 30 April 2019, maka ia dijatuhi sanksi administratif sesuai Pasal 81 ayat (2) huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

"Ini sekaligus menunjukkan ciri malas birokrasi dan ketiadaan komitmen antikorupsi dari PPK di institusi tingkat pemerintah pusat dan daerah," ujarnya.

Dia menambahkan di tingkat pusat PPK adalah menteri, kepala badan, dan instansi lain yang setara. Di tingkat daerah PPK adalah gubenur, bupati, dan wali kota. "Mereka telah terbukti melanggar peraturan yang telah ditetapkan," ujarnya.

Peraturan yang mereka langgar adalah pertama, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) Pasal 87 ayat (4) huruf b. Kedua, PPK melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil Pasal 250 huruf b. Ketiga, UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Keempat, Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 182/6597/SJ; Nomor 15 Tahun 2018; Nomor 153/Kep/2018 tentang Penegakan Hukum Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap Karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan yang Ada Hubungannya Dengan Jabatan butir Kedua huruf a dan butir Ketiga.

"Mahkamah Konstitusi (MK) turut mempertegas agar SKB tersebut dipatuhi," katanya.

Desakan publik untuk memecat PNS koruptor juga besar. Dalam laman petisi daring change.org/pecatPNSkoruptor, hingga 7 Mei 2019 pukul 12.00 WIB, 886 ribu orang menuntut PNS koruptor untuk dipecat.

ICW mendesak Kemendagri harus transparan dalam proses pemecatan PNS koruptor dengan mengumumkan secara berkala jumlah PNS koruptor yang telah dipecat. Kemendagri dan Kemenpan-RB mengambil langkah tegas dengan memberi sanksi kepada PPK yang tidak patuh terhadap peraturan yang telah ditetapkan.

"Kemendagri berkoordinasi dengan seluruh instansi yang bertanggung jawab untuk mempercepat proses pemecatan PNS koruptor dan pemberian sanksi terhadap PPK," jelasnya.

"Jika langkah tersebut tidak diambil, Presiden Joko Widodo harus turun tangan dan menegur keras jajaran menteri dan pimpinan lembaga lain di bawahnya yang lalai menjalankan tugasnya," katanya. (boy/jpnn)


Sumber: www.jpnn.com

Berita Terkait



add images