iklan Setya Novanto saat duduk di kursi pesakitan dalam sidang perkara kasus dugaan korupsi e-KTP yang melilitnya, di PN Tipikor Jakarta (Issak Ramadhan/JawaPos.com)
Setya Novanto saat duduk di kursi pesakitan dalam sidang perkara kasus dugaan korupsi e-KTP yang melilitnya, di PN Tipikor Jakarta (Issak Ramadhan/JawaPos.com)

JAMBIUPDATE.CO, - Meski banyak drama yang telah dibuat oleh Setya Novanto untuk lari dari jeratan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun pada 24 April 2018 majelis hakim akhirnya memvonis mantan Ketua DPR RI itu dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Mantan Ketua DPR RI itu terbukti merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun dalam proyek e-KTP.

Majelis hakim Pengadilan Negri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menilai Novanto terbukti memperkaya diri sendiri sebanyak USD 7,3 juta atau sekitar Rp 71 miliar dari proyek pengadaan e-KTP.

Novanto disebut mengintervensi proyek pengadaan tahun 2011-2013 itu bersama-sama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Novanto yang pada saat itu masih menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga memengaruhi proses penganggaran, pengadaan barang dan jasa, serta proses lelang e-KTP.

Bahkan untuk membuat efek jera, majelis hakim turut mencabut hak politik Novanto selama lima tahun usai menjalani pidana pokok.

Hal ini agar Novanto tidak mengulangi prilaku korupnya yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Eksekusi ke Lapas Sukamiskin

Kini, pria yang dipersepsikan kebal dari jeratan hukum itu telah mendekam di lembaga pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat sejak Jumat, 4 Mei 2018.

Novanto tidak mengajukan banding atas vonis 15 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim kepadanya.

Bak gayung bersambut, Novanto pun pasrah untuk menetap di Hotel Prodeo. Akhir perjalanan politiknya kini harus mendekam di Lapas Sukamiskin yang jauh dari kehidupan politik praktis.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini berdalih kehidupan di Sukamiskin seperti mencari ilmu di pondok pesantren. Saat ini dia mengaku terbiasa bangun pagi untuk melaksanakan salat malam dan berdoa agar masyarakat Indonesia dapat mengampuni segala kesalahannya.

Semua doa sudah diikuti semua. Belajar berdoa, bangun pagi 03.30 WIB. Doa ke masjid yaudah ikutin aja. Namanya pesantren kan, belajar betul-betul, ucap Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

Kasus Novanto ikut menyeret pengacara Fredeich Yunadi dan dokter Bimanesh Sutarjo

Kasus yang melilit Setya Novanto tersebut kemudian menjerat pengacara Fredrich Yunadi dan dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo. Keduanya terbukti menghalangi penyidikan KPK dalam perkara korupsi e-KTP.

Fredrich dan Bimanesh disebut telah bekerjasama melakukan rekayasa perawatan medis Novanto.

Fredrich meminta agar Bimanesh dapat merawat inap Novanto di kamar VIP RS Medika Permata Hijau dengan diagnosis penyakit hipertensi berat.

memar di bagian wajah hingga sebesar bakpau.  Namun dalam persidangan yang menjerat Fredrich dan Bimanesh, Novanto hanya mengalami benturan kecil akibat kecelakaan tunggal tersebut.

Akibat perbuatannya, majelis hakim memvonis Fredrich dengan hukuman tujuh tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Sedangkan, Bimanesh divonis tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider satu bulan kurungan.

Fredrich divonis lebih berat dari Bimanesh karena tidak kooperatif dengan majelis hakim dan jaksa KPK. Bahkan dalam persidangan Fredrich kerap melontarkan kata-kata kasar kepada jaksa KPK.

(rdw/JPC)

 


Sumber: JawaPos.com

Berita Terkait



add images