iklan Ilustrasi.
Ilustrasi.

JAMBIUPDATE.CO, KUTAI TIMUR - Pengangakatan 140 bidan desa dan kecamatan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) membuat Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kutai Timur (Kutim), Kaltim, Zainuddin Aspan cukup terkejut.

Bukan penempatannya yang menjadi masalah, akan tetapi pelimpahan penggajian yang diperdebatkan. Pasalnya, 140 bidan ini dibebankan secara langsung penggajiannya ke daerah, yakni APBD.

Langkah perubahan yang dilakukan oleh pusat dengan pengambilalihan sebagian kewenangan daerah ini tidak diikuti dengan memikul tanggung jawab penuh pada penerapannya di daerah. Contoh kasus adalah rekrutmen bidan desa oleh pusat. Walaupun pemerintah pusat yang melakukan rekrutmen sekaligus pengangkatan, namun ternyata tanggung jawab dalam pembayaran gaji bagi bidan yang lulus sebagai PNS ini dibebankan sepenuhnya pada APBD. Ini yang membuat kami terkejut, ujar Zainuddin, seperti diberitakan Bontang Post (Jawa Pos Group).

Yang menjadi masalah lainnya, pemerintah pusat tidak menyerahkan rekrutmen tersebut kepada Pemda.

Padahal Pemda merasa mampu untuk melaksanakan sendiri dan tentu lebih mengetahui kebutuhan pegawai, sesuai analisis jabatan dan pemetaan kebutuhan pegawai.

Kita berbaik sangka saja. Mungkin yang membedakan adalah ketika diangkat oleh pusat, mereka langsung berstatus sebagai PNS. Sementara jika direkrut oleh daerah akan dijadikan Tenaga Kerja Kontrak Daerah (TK2D). Akan tetapi hal itu murni karena kondisi keuangan daerah yang belum mampu membiayai gaji dan insentif jika mereka langsung diangkat sebagai PNS, katanya.

Tentunya ini semua bermula dari lahirnya Undang-undang (UU) Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016.

Ini sangat memberi dampak perubahan komposisi pemerintahan di daerah. Mulai dari sisi kelembagaan, sumber daya aparatur pemerintah, hingga ketatalaksanaan.

Yang pada akhirnya, membuat kerancuan dengan langkah Pemerintah Pusat melakukan pemangkasan terhadap beberapa kewenangan yang dimiliki oleh daerah. Terutama dalam melakukan penghapusan dan peleburan beberapa kelembagaan di daerah.

Ini semua merupakan dampak dari kebijakan Undang-Undang 23 ini. Tetapi apa pun itu, namanya aturan terpaksa harus dijalankan sebaik mungkin, katanya. (dy)


Sumber: www.jpnn.com

Berita Terkait



add images