iklan Wapres Jusuf Kalla.
Wapres Jusuf Kalla.

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA - Kabar bohong yang dikemas dalam bentuk gambar berisi foto Wapres Jusuf Kalla dan pernyataan yang seolah-olah dari dia tersebar kemarin (28/4).

JK mengklarifikasi berita hoaks tersebut saat bertemu dengan pegiat media dan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Istana Wakil Presiden.

Hadir dalam pertemuan itu Ketua Umum PWI Margiono serta Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

Gambar atau meme tersebut memperlihatkan foto JK yang mengenakan jas dan berkacamata.

Ada tulisan, Pesan saya pada semua pihak instansi pemerintah atau swasta nanti bulan Oktober 2017 saat pelantikan Anies dan Sandiaga tidak perlu Menghamburkan Uang untuk Kirim bunga itu norak dan kuno. Sebaiknya uangnya dikumpulin untuk fakir miskin dan anak yatim. Anies dan Sandi akan lebih bahagia. Jusuf Kalla.

JK menceritakan, dirinya kaget saat Ketua Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi dan jubirnya, Husain Abdullah, menunjukkan foto tersebut pagi kemarin.

Dia langsung membantah tidak pernah memberikan pernyataan tentang pengiriman karangan bunga untuk Ahok.

Saya tidak pernah mengomentari mengenai bunga-bunga. Terkecuali bunga bank saya selalu minta untuk turun, ujar JK, lantas terkekeh.

Dia sebenarnya tidak bersinggungan langsung dengan kabar yang beredar di dunia media sosial. Dia tidak punya waktu untuk mengurusi hal-hal hoaks seperti itu.

Nah, menurut JK, Presiden Joko Widodo saat ini cukup intens mengikuti informasi yang beredar di media sosial.

Jadi, hati-hati bikin hoaks, nanti dibaca Pak Presiden. Ke mana-mana pun pake iPad-nya jalan, ungkapnya.

Dia meminta media mainstream lebih selektif dalam membuat berita dan tidak menampilkan berita hoaks.

JK mengilustrasikan, redaksi tidak akan memuat surat pembaca yang tidak mencantumkan fotokopi identitas.

Baru ada surat pembaca itu kalau ada kopi KTP-nya, jelas politikus berlatar belakang pengusaha itu.

Saat memberikan sambutan tersebut, JK juga mengusulkan agar akronim Jaringan Wartawan Anti Hoaks yang digagas PWI diganti dari Jawah menjadi Jawarah.

Menurut dia, ada nilai heroisme dalam akronim tersebut karena dekat dengan kata jawara. Jawara itu artinya siap membela kebenaran, bukan preman, beda. Jawara positif, preman agak negatif istilahnya, tambah dia.

Jawarah merupakan himpunan wartawan, pemimpin redaksi, dan ahli media. Tokoh pemerintah, pemimpin masyarakat, dan kalangan pengusaha turut dilibatkan sebagai dewan penasihat atau dewan pakar.

Rudiantara menuturkan, perang melawan hoaks bisa diperankan media mainstream, terutama media cetak, yang punya lebih banyak waktu untuk mengkroscek informasi.

Sebab, selama ini berita hoaks disebarkan lewat media online. Saya mendukung proses verifikasi oleh Dewan Pers yang akan mengurangi hoax di Indonesia, ujarnya.

Selain itu, kesadaran terhadap informasi bohong kian tumbuh. Misalnya, maraknya pembentukan berbagai komunitas anti-hoaks.

Termasuk di lingkungan pemerintah. Pemda, terutama Kalbar dan Kaltim, mendeklarasikan pemdanya bersih dari hoaks, ungkapnya. (jun/c5/agm)


Sumber: www.jpnn.com

Berita Terkait



add images