iklan Ilustrasi
Ilustrasi

JAMBIUPDATE.CO, JAMBI- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak jilid II akan di gelar pada 2017 mendatang. Tiga daerah yakni Muarojambi, Tebo dan Sarolangun di pastikan menggelar hajatan lima tahunan ini. Itu artinya, tabuh pertarungan untuk memperebutkan puncak kepemimpinan di tiga daerah ini terbuka lebar bagi siapapun yang terlibat ambil bagian.

Dari tiga daerah tersebut kandidat petahana yakni Bupati Tebo, Sukandar dan Bupati Sarolangun, Cek Endra telah memastikan diri kembali bertarung dan menjadi pemimpin untuk kedua kalinya. Disisi lain, kandidat penantang yang juga tak kalah baik secara figur juga bermunculan untuk tampil menyiapkan diri.

 Di kabupaten Tebo misalnya, saat ini bermunculan yakni Asisten II Provinsi Jambi, Hafis Husaini, Anggota DPRD Provinsi Jambi Eka Marlina, Politisi sekaligus mantan anak Bupati Tebo, Yopi Mutholib, Wakil Ketua DPRD Tebo Wartono yang notabene nya di dukung oleh partai pemerintah PDI Perjuangan. Begitu juga di Sarolangun yakni Mantan Bupati M Madel, Mantan Plt Bupati, Maryadi, Anggota DPRD Provinsi Jambi Hilalatil Badri, akademisi Asad Isma, Ketua DPW PPP Evi Suherman dan politisi muda sekaligus pengusaha Cecep Suryana.

 Menariknya, melihat komposisi ini tentu pertarungan untuk memperebutkan kursi dan tampuk pimpinan ini menjadi sengit. Apalagi, jika berkaca pada pengalaman Pilkada sebelumnya kandidat incumbent beberapa kali terbukti berhasil di tumbangkan penantang.

 Sebut saja pada Pilkada serentak jilid I kemarin, dari 4 incumbent yang maju yakni Calon Gubenur Jambi, Hasan Basri Agus (HBA) Edi Purwanto (EP), Calon Bupati Batanghari Sinwan Arzanil (Sinar),  Calon Bupati Bungo Sudirman Zaini (SZ) Adriansyah Zulpikar Ahmad (AZA), hanya calon Walikota Sungaipenuh Asafri jaya Bakri (AJB) Zuhelmi yang mampu bertahan.

 Pengamat politik, Hadi Suprapto Rusli (HSR) mengatakan fenomena kekalahan incumbent ini di sebabkan banyak faktor penyebab. Diantaranya adalah faktor tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja selama memimpin daerah. Tingkat kepuasan ini akan menjadi akuran keterpilihan pada periode berikutnya.

 Banyak sakali faktonya, salah satu adalah mengenai tingkat kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinannya, ujarnya kemarin.

 Selain itu, adanya faktor dalam menentukan pasangan calon yang disebut faktor internal. Artinya untuk memilih pasangan ini harus mampu mendongkrak suara atau tidak. ada juga faktor calon sendiri dalam memilih wakil, bisa mengdongkrak suara atau tidak, ucapnya.

 Faktor lainnya adalah strategi politik yang di gunakan. Kebanyakan incumbent mempunyai semua kekuatan untuk mengatur semua strategi ini. Hanya saja terkadang potensi dan strategi yang di gunakan tidak tepat.

 Selanjutnya adalah strategi, jika tidak tepat maka ya blunder jadinya. Padahal incumbent ini potensi nya bagus, katanya.

 Factor-faktor ini adalah hal yang paling dominan terjadi. Namun juga terdapat kemungkinan tim yang tak berjalan maksimal. ada juga tim yang tak berjalan maksimal, tapi ini sangat kecil kemungkinannya, jelasnya.

 Jika melihat Pilgub Jambi, lanjutnya, kelemahan kenapa incumbent kalah adalah kerena tingkat kepuasan tersebutn dan yang kedua adalah pasangan calon kemungkinan tak mengdongrak suara. dan strategi juga tak maksimal terbukti dengan tidak bisa merangkul pemillih perempuan yang mayoritas memilih penatang, ucapnya.

 Bagitu juga dengan dua daerah lainnya yakni Batanghari dan Bungo. Walau tingkat kepuasan tak di katahuinya secara pasti. Namun kemungkinan startegi tak berjlan sistematis dan terarah. begitu juga dengan Batanghari dengan Bungo, seharunya tim bisa bergerak lebih gesit, katanya lagi.

 Lalu akankah Pilkada jilid II ini menambah jumlah Incumbent yang tumbang? Mantan pengurus BPL PB HMI ini menyebutkan jika incumbent yang akan maju yakni Sukandar dan Cek Endra tak belajar dari pengalaman ini maka tidak menutup kemungkinan mereka akan menambah deretan tumbangnya Petahana.

 Kalau keduanya (Cek Endra dan Sukandar, red) harus belajar dari pengalam sebalumnya. Jika tidak maka tak menutup kemungkinan penantang justru lebih kuat, tambahnya lagi.

 Sementara itu, pengamat politik Jafar Ahmad juga memberi komentar tak jauh berbeda. Tumbangnya patana ini sering kali di karenakan strategi dan kondisi tim yang rapuh. Selain itu juga uapaya menentukan pendamping juga menjadi hal yang paling seeius untuk di perhatikan.

 Pendamping itu harusnya juga memberikan pengaruh terutama untuk mengdongkrak suara, ucapnya.

 Selain itu, kekalalah petanaha ini juga di karenakan tak adanya sesuatu yang menakjubkan untuk di jual di mata masyarakat. Seperti program ataupun pembangunan yang di bautnya ketika mejabat.

 Sering kali petahana itu tak mempunyai sesuatu yang wah, sehingga tidak membuat masyarakat menjadi simpati, katanya.

 Padahal jika melihat keuntungan petahana dalam hal investasi politik dapat memengaruhi jaringan dan dukungan suara yang bisa dihimpun. Baik itu di birokrasi maupun jaringan kekuatan sipil masyarakat.

 Sumber daya politik petahana melebihi pasangan calon lain. Tapi tekadang ini tak maksimal sepertinya, tukasnya. (aiz)


Berita Terkait



add images