iklan
Prestasi di Pekan Olaharga Nasional (PON) sangat mahal. Untuk meraih satu medali emas saja butuh dana ratusan juta rupiah. Maka, pengurus KONI pun harus lihai mengelola dana yang ada untuk bisa memaksimalkan hasil di PON.

Pengamat olahraga Jambi, Asnawi Nasution, mengatakan efektivitas mengelola dana guna mendapatkan medali emas PON sangat penting. “Ini agar tidak sampai terjadi inefisiensi dalam anggaran,” katanya.

Dia mengungkapkan, data dari PON-PON sebelumnya menyebutkan bahwa PON XVI/2004 di Palembang, Sumsel, adalah yang paling efektif. Sebab, hanya dengan anggaran Rp 18 milyar untuk masa persiapan selama 4 tahun hingga kepulangan, kontingen Jambi sukses mempersembahkan prestasi moncer.

Saat itu, Jambi menempati peringkat keenam dengan raihan 27 emas, 27 perak, dan 12 perunggu. Demikian juga PON XVII/Kaltim 2008. Dana yang digelontorkan pemerinah selama persiapan hingga kepulangan (4 tahun) mencapai Rp 45 milyar.

Hasilnya memang kurang memuaskan. Saat itu, Jambi hanya mampu membawa pulang 11 emas, 17 perak, dan 28 perunggu dan menempati peringkat 15. “Secara hitung-hitungan memang kurang efektif, karena biaya yang dikeluarkan sangat besar dengan hasil yang tidak signifikan. Bandingkan dengan PON 2004,” tandasnya.

Dan ujung-ujungnya di PON XVIII/Pekanbaru 2012, Jambi hanya mampu menempati posisi 24 dari 33 provinsi peserta PON. “Saat inilah lembaran hitam sejarah olahraga Jambi muncul,” tegasnya.

Lebih jauh Asnawi mengatakan, bahwa KONI harus mencermati 'harga' sekeping medali emas. Di PON XVI tahun 2004, 27 medali emas setelah dikalkulasi dengan dana sebesar Rp 18 milyar, maka harga sekeping medali emas adalah Rp 105 juta.

Sedangkan di PON XVII/Kaltim 2008, harga sekeping medali emas Rp 4 milyar. “Ini menunjukkan ketidakefektifan penganggaran yang didasarkan sejak proses rekrutmen atlet PON,” terangnya.
 
Memang diakuinya ini adalah hitungan kasar, namun ini menunjukkan rasio logis dari dana yang dikucurkan dengan prestasi yang dihasilkan. “Bandingkan dengan harga 1 kg emas Antam yang sekarang Rp 485 juta. Sungguh sangat kontras dengan sekeping medali yang bisa saja hanya sepuhan emas,” tuturnya.
 
Dia melihat, saat ini rekrutmen atlet andalan di Merpati Emas 2016 sudah menunjukkan perbaikan. Tidak lagi asal masuk 8 besar nasional, diikutkan ke PON.  “Hanya, yang perlu dipikirkan adalah pertimbangan apakah olahraga tersebut masuk kategori terukur atau tidak terukur dan perorangan atau beregu,” sergahnya.

Sebabm dari sinilah proses efisiensi anggaran bisa dimulai. Berikutnya bisa dilanjutkan dengan tahapan berikutnya. Termasuk sistem degradasi dan promosi. “Bandingkan dengan program Pelatnas yang hanya mengikutkan 2 atlet per cabor yang diambil dari penghuni peringkat pertama dan kedua. Peringkat ketiga saja tidak masuk, kok,” tegasnya.

Di tahun 20113, Pemprov menggelontorkan Rp 7 miliar untuk KONI. Sedangkan tahun 2014, anggaran KONI naik menjadi Rp 14 miliar. “Saya perlu mengingatkan ini karena saat ini saja sudah Rp 21 miliar yang dikucurkan Pemprov Jambi untuk KONI Jambi selama tahun 2013 dan 2014,” terangnya.

Bahkan, 2015 mendatang KONI sudah berancang-ancang untuk mengajukan anggaran hingga Rp 27 milyar. Sehingga, bisa saja nanti anggaran jauh lebih besar daripada PON-PON sebelumnya.(*)


Penulis: Indrawan Setyadi

Berita Terkait