"Akibat adanya zona merah ini, kami yang ingin mengurus pinjaman kredit jadi tidak bisa pak. Kita sama-sama tahu sekarang untuk mencari rezeki itu agak sulit jadi jangan sampai dengan keadaan ini bertambah sulit. Jadi mohon lapak bantuannya bapak untuk bisa mengurus hal ini ini pak," mohonnya.
Mutiara warga RT 13 Keluraha Suka Karya mengeluhkan hal yang sama. Dia mengeluhkan karena sertifikat rumahnya masuk dalam zona merah pertamina.
Mutiara mengetahui kalau sertifikat rumahnya saat mengurus surat turun waris dari almarhum suaminya di Mal Pelayanan Publik pada 20 Agustus 2025.
"Kami harus minta perlindungan ke mana pak, kami ini sebagai rakyat kecil pak. Mohon kepada bapak Fasha di DPR RI Komisi 12 memperjuangkannya, agar kami bisa mendapat kabar yang baik," katanya.
Menjawab dari keluhan warga terdampak tersebut, H Syarif Fasha meminta warga yang terdampak harus kompak.
Menurutnya, persoalan ini tidak sederhana karena menyangkut hak dasar warga atas tanah dan tempat tinggal.
Fasha menjelaskan, polemik zona merah melibatkan lintas kementerian, diantaranya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, serta Kementerian Keuangan.
Wali Kota Jambi dua periode itu menilai, penyelesaian persoalan ini harus dilakukan secara terkoordinasi di tingkat pusat.
"Masalah ini sebenarnya sudah saya dengar sejak awal tahun. Bahkan sebelumnya, saat membantu penyelesaian ganti rugi lahan warga yang berdampingan dengan Depot Pertamina Patra Niaga. Dari situ sudah terlihat bahwa persoalan ini akan berkembang dan berdampak luas," katanya.
Menurutnya, banyak sertifikat tanah warga diterbitkan oleh BPN sebelum adanya penyerahan peta konsesi Pertamina.
Akibatnya, masyarakat membeli lahan secara legal, membangun rumah, bahkan pengembang mengembangkan perumahan tanpa mengetahui bahwa wilayah tersebut masuk dalam aset negara yang dikelola Pertamina.
"Warga tidak salah. Mereka membeli tanah bersertifikat untuk tempat tinggal, dan proses ini berlangsung bertahun-tahun," tegas Fasha.
Fasha bilang, penertiban aset Pertamina dilakukan berdasarkan surat dari Kementerian Keuangan, mengingat secara hukum tanah tersebut tercatat sebagai aset negara.
Kondisi inilah yang kemudian memicu penetapan zona merah yang berdampak pada lebih dari 5.000 kepala keluarga di Kota Jambi.
Fasha menyayangkan belum adanya komunikasi resmi dari Pemerintah Kota Jambi dengan Komisi XII DPR RI untuk menjembatani persoalan tersebut ke tingkat kementerian.
"Hingga saat ini belum ada koordinasi dari Pemkot Jambi dengan kami di DPR RI. Yang menyampaikan baru DPRD, padahal persoalan ini membutuhkan sinergi yang kuat agar dapat diperjuangkan secara maksimal di pusat," katanya.
Fasha menyarankan agar warga mendesak pemerintah kota untuk membentuk tim gabungan.
"Tim gabungan isinya bisa ada pihak kejaksaan, BPN, ada pihak pemerintah kota. Tim inilah yang nantinya bekerja, tidak mungkin wali kota nya kesana kemari," ujarnya.(*)
