iklan Yusriwiati Yose – Project Management Unit Tanoto Foundation
Yusriwiati Yose – Project Management Unit Tanoto Foundation

Penulis: Yusriwiati Yose – Project Management Unit Tanoto Foundation

Di SMPN 11 Batanghari, sebuah ruang bekas gudang kini berubah menjadi “kelas jamur”. Di sinilah Titien Suprihatien, seorang guru IPA, menanamkan konsep ekosistem bukan lewat ceramah, tetapi lewat budidaya jamur tiram. Murid-muridnya merawat, mengukur, menghitung, menyimpulkan, bahkan mengemas hasil panen. Ruang belajar itu tidak hanya mengajarkan biologi; ia mengasah logika, kreativitas, dan jiwa wirausaha.

Ilmu kimia pun menjadi lebih dekat dengan kehidupan saat Titien mengajak siswanya membuat sabun dan deterjen. Pendekatannya yang membumi menjadikan pelajaran sains tidak lagi sekadar rumus di papan tulis, tetapi pengalaman nyata yang melekat di ingatan.

BACA JUGA: 20 Calon Direksi PDAM Tirta Mayang Lulus Administrasi, Berikut Nama-namanya

Titien adalah satu dari 60 Fasilitator Daerah Program Literasi Numerasi Grant Project Tanoto Foundation di Riau dan Jambi. Mereka adalah guru dan kepala sekolah yang memilih memikul peran ganda: tetap mengajar di kelas, sambil menjadi mentor dan penggerak bagi rekan-rekan sejawat di daerahnya masing-masing.

Di tangan 27 Fasilitator di Riau dan 33 Fasilitator di Jambi, semangat perubahan itu menjelma menjadi 15 tim solid yang mendampingi 686 guru dan kepala sekolah. Melalui pelatihan, pendampingan, dan praktik belajar yang lebih bermakna, mereka membantu menata kembali fondasi literasi dan numerasi yang sangat dibutuhkan generasi muda kita.

BACA JUGA: Laka Tunggal di Sungai Penuh, Mobil Masuk Sawah Pengemudi Diduga Pingsan

Mereka adalah garda depan perubahan, menyalakan obor pengetahuan dari ruang kelas hingga ruang-ruang rapat sekolah, dari kelompok kerja guru hingga komunitas belajar lintas kabupaten.

Fondasi literasi dan numerasi inilah yang akan menentukan arah Indonesia pada tahun 2045, saat bangsa ini merayakan seratus tahun kemerdekaannya. Literasi menuntun anak memahami dunia; numerasi melatih mereka berpikir runtut dan menyelesaikan masalah. Tanpa keduanya, kompetensi lain akan rapuh seperti bangunan yang berdiri di atas pasir.

Dari Kelas ke Komunitas: Gerakan yang Menyatu

Program Literasi Numerasi Grant Project bukan sekadar rangkaian kegiatan pelatihan. Ia tumbuh menjadi gerakan kolektif yang memadukan komitmen guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, BGTK, BPMP, hingga komunitas.

BACA JUGA: Progres 85,74%, Hutama Karya Gunakan Metode Khusus Bangun Jalan Tol Palembang–Betung di Sungai Musi

Guru adalah ujung tombak. Mereka yang setiap hari bergumul dengan karakter unik setiap anak paham bagaimana ilmu perlu diterjemahkan agar lebih membumi. Kepala sekolah menghadirkan kepemimpinan yang membuka ruang inovasi. Dinas pendidikan dan balai-balai guru menjadi jembatan kebijakan. Orang tua dan masyarakat memperluas ruang belajar anak.

Di antara semua itu, Fasilitator Daerah menjadi simpul kolaborasi. Mereka melatih guru, menghubungkan sekolah dengan pemangku kepentingan, sekaligus memastikan praktik baik tidak berhenti di satu ruang kelas saja.

Melalui KKG dan MGMP, para guru saling bertukar rancangan pembelajaran, berbagi bahan ajar, mencoba metode baru, dan saling menguatkan ketika tantangan muncul. Lingkungan sekitar sekolah pun berubah fungsi, kantin, pasar tradisional, lapangan, hingga kebun sekolah, semuanya menjadi laboratorium numerasi dan literasi yang hidup.

Upaya-upaya ini menunjukkan satu hal: perubahan pendidikan tidak hanya lahir dari kebijakan besar, tetapi dari langkah kecil yang konsisten, dilakukan guru yang mau terus belajar.

Refleksi Hari Guru: Menyemai Masa Depan Bangsa

Program Literasi Numerasi Grant Project membawa inspirasi baru bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk masa depan Indonesia. Capaian visi Indonesia Emas 2045 menargetkan peningkatan signifikan pada kompetensi literasi dan numerasi. Angka-angka seperti skor literasi membaca 75,73 dan numerasi 68,72 bukan sekadar indikator kinerja; di dalamnya terkandung mimpi jutaan anak Indonesia untuk bersaing di dunia yang makin kompleks.

Setiap buku cerita yang selesai dibaca, setiap percobaan sains sederhana, setiap permainan matematika yang memantik antusiasme murid—itu semua adalah batu bata kecil pembentuk masa depan.

Perayaan Hari Guru tahun ini mengingatkan kita bahwa apresiasi kepada para pendidik tidak cukup sebatas ucapan. Bentuk penghargaan terbaik adalah menyediakan ruang, kesempatan, dan kepercayaan agar mereka dapat bereksperimen, berinovasi, dan bertumbuh.

Di Riau dan Jambi, ruang itu hadir lewat Grant Project ini. Para Fasilitator Daerah dan ratusan guru lain diberi keleluasaan untuk menemukan cara terbaik dalam mengembangkan potensi siswa mereka. Mereka menjadi arsitek masa depan, perancang bangunan kokoh yang akan menopang generasi 20 tahun ke depan.

Kepada 60 Fasilitator Daerah, 686 guru dan kepala sekolah, dan seluruh pendidik di Indonesia: terima kasih. Kalian menjaga nyala api yang menerangi perjalanan menuju Indonesia Emas 2045.

Dedikasi kalian hari ini mungkin terlihat sederhana, mengajar dengan sabar, membimbing dengan telaten, dan belajar tanpa henti. Namun dampaknya melampaui ruang kelas: ia merajut masa depan bangsa ini titik demi titik.

Perjalanan masih panjang, tantangan tak akan habis, tetapi selama guru memegang peran sebagai pionir dan teladan, harapan itu akan selalu ada.

Mari terus menyemai benih literasi dan numerasi di setiap kelas, di setiap dialog dengan siswa, dan di setiap langkah kecil yang konsisten. Dari tangan para guru, generasi emas itu kelak akan lahir.

Selamat Hari Guru Nasional 2025. Guru Hebat, Indonesia Kuat.


Berita Terkait



add images