iklan Zona Merah Pertamina Bom Waktu! Fasha : Jangan Sampai Masalah Ini Sampai ke Telinga Pak Presiden
Zona Merah Pertamina Bom Waktu! Fasha : Jangan Sampai Masalah Ini Sampai ke Telinga Pak Presiden

JAMBIUPDATE.CO, JAMBI – Persoalan tumpang tindih lahan antara warga dan Pertamina di Kota Jambi belum ada titik terang. Hal ini dinilai dapat memicu konflik sosial dalam waktu dekat.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi XII DPR RI Dapil Jambi, Syarif Fasha, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Direktur Utama Pertamina Persero di Senayan, Senin (17/11).

BACA JUGA: Kota Jambi Tembus Top 5 Nasional I-SIM 2025, Inovasi Agro KOJA yang Dipaparkan Wako Maulana Bikin Kagum Dewan Juri

Fasha menyoroti kebijakan Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang menetapkan sebagian dari 1.400 hektare aset Pertamina di Kota Jambi sebagai zona merah, yaitu area terlarang untuk dihuni.

Padahal, kawasan tersebut saat ini telah dipadati ribuan warga yang sebagian besar adalah mantan karyawan dan keluarga besar Pertamina. Lebih jauh, di atas lahan itu juga telah terbit ribuan sertifikat hak milik yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sejak puluhan tahun terakhir.

BACA JUGA: Tanggapi Soal Penetapan Ketua PAN Tanjabtim, Syahbandar: Setau Saya Dillah Kader Gerindra

Menurut Fasha, persoalan ini bermula dari kebijakan Pertamina pada masa lalu yang memperbolehkan karyawan tinggal di dalam area konsesi. Seiring waktu, permukiman tumbuh dan berkembang, hingga kemudian terbit sertifikat hak milik. Namun masalah muncul ketika Pertamina menetapkan kawasan tersebut sebagai zona merah dengan alasan keselamatan.

“Ada ribuan sertifikat yang dikeluarkan negara. Masyarakat kini gamang karena tiba-tiba dinyatakan tinggal di zona terlarang. Ini jelas menjadi bom waktu,” ujar Fasha.

BACA JUGA: Progres Ruas Tol Betung-Tungkal Jaya-Bayung Lencir Meningkat, Miliki 5 Interchange Rampung TW 1 2027

Ia mengungkapkan, BPN selama ini menerbitkan sertifikat berdasarkan peta wilayah yang dimiliki. Namun peta resmi aset Pertamina justru baru diserahkan kepada BPN pada tahun 2022, sehingga tumpang tindih lahan tidak terhindarkan.

“Jika peta diberikan pada tahun 90-an atau awal 2000-an, tentu BPN tidak akan menerbitkan sertifikat di atas aset Pertamina,” katanya.

Fasha juga mengingatkan bahwa penetapan zona merah tanpa solusi berpotensi memicu keributan. Ribuan warga yang telah menetap selama puluhan tahun kini terancam kehilangan tempat tinggal.

“Ini pasti akan menimbulkan konflik. Jangan sampai masalah ini sampai ke telinga Presiden, yang paling tidak suka mendengar rakyat tertindas,” tegasnya.

BACA JUGA: 8 Jabatan Kepala OPD Pemkot Jambi Dilelang Terbuka, ASN dari Sabang Sampai Merauke Boleh Daftar

Sebagai solusi awal, Fasha mengusulkan agar Pertamina membuka opsi hibah sebagian wilayah yang berada di luar radius bahaya, bekerja sama dengan Kementerian Keuangan sebagai pemilik aset negara. Menurutnya, radius aman terhadap fasilitas produksi migas hanya beberapa puluh meter, sehingga sebagian besar permukiman sejatinya tidak berada dalam area bahaya langsung.

Ia menekankan perlunya komunikasi intensif antara Pertamina, BPN, dan Kementerian Keuangan untuk mengedepankan kepentingan masyarakat.

“Pertamina harus segera memitigasi sebelum konflik terjadi. Masalah ini tidak bisa lagi ditunda,” ujarnya. (hfz)


Berita Terkait



add images