iklan Ir. Ar. H. Ibnu Ziady MZ., ST., MH., IAI
Ir. Ar. H. Ibnu Ziady MZ., ST., MH., IAI

Oleh: Ir. Ar. H. Ibnu Ziady MZ., ST., MH., IAI

Peringatan Hari Ulang Tahun ke-26 Kabupaten Sarolangun bukan sekadar perayaan seremonial, melainkan momentum refleksi atas perjalanan panjang yang telah dilalui. Usia ke-26 menjadi penanda kedewasaan daerah ini dalam menghadapi tantangan pembangunan dan kehidupan masyarakat yang terus berkembang.

Dalam momen penuh makna ini, kita diajak untuk kembali meneguhkan semangat kebersamaan, mempererat kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan seluruh elemen daerah. Hanya dengan bersatu dan saling mendukung, cita-cita besar menuju Sarolangun MAJU (Mandiri, Aman, Jaya, dan Unggul) dapat diwujudkan.

BACA JUGA: Validasi dan Pemetaan Aset BMN, Kemenkum Jambi Pastikan Keakuratan Data Pertanahan di Batanghari

Semangat HUT ke-26 ini menjadi energi baru untuk melanjutkan pembangunan, meningkatkan pelayanan publik, dan mendorong partisipasi aktif seluruh warga dalam memajukan Sarolangun. Kebersamaan adalah kunci. Dengan gotong royong dan tekad yang kuat, Sarolangun mampu menjadi daerah yang tidak hanya berkembang secara fisik, tetapi juga tumbuh dalam nilai, budaya, dan karakter.

Skema pembiayaan infrastruktur kolaboratif & inovatif untuk Kabupaten Sarolangun

Di tengah kondisi dukungan keuangan daerah yang masih menjadi problem secara nasional ini, menjadi factor yang cukup berat bagi Upaya percepatan Pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi kepala daerah termasuk juga Kabupaten Sarolangun. Sangat diperlukan pendekatan pembiayaan kolaboratif dan inovatif sangat cocok untuk kabupaten seperti Sarolangun: memungkinkan proyek lebih cepat terealisasi tanpa membebani APBD sendirian, menarik modal swasta, dan memberdayakan komunitas lokal. Namun keberhasilannya bergantung pada desain kontrak, alokasi risiko yang jelas, kapasitas pemerintahan daerah, dan mekanisme pengawasan yang transparan.

BACA JUGA: Sy Fasha Serahkan Bantuan Dari SKK Migas dan KKKS Untuk PKH Kota Jambi

Dengan menerapkan beberapa alternatif desain pembiayaan dan penanganan seperti:

1. Blended finance — gabungkan sumber: APBD/APBN, pinjaman lunak (development finance), investasi swasta, dan dana masyarakat/CSR.

2. Alokasi risiko yang tepat — risiko politik/perizinan pada pemerintah; risiko konstruksi/operasional pada kontraktor/swasta.

BACA JUGA: Tersangka Pembunuhan Terhadap Aipda Hendra Segera Disidang di PN Jambi

3. Keberlanjutan fiskal — jangan memindahkan beban operasional jangka panjang ke APBD tanpa rencana pendanaan.

4. Partisipasi lokal — libatkan masyarakat melalui co-financing, cooperatives, atau skema tarif yang adil.

5. Transparansi & KPI terukur — indikator kinerja, audit independen, dan publikasi data proyek.

BACA JUGA: BREAKING NEWS! 7 Tersangka PJU Kerinci Kembalikan Uang Penganti Rp 1,4 M

Rangka skema konkretnya merupakan gabungan beberapa instrument, meliputi:

1. SPV (Special Purpose Vehicle) milik gabungan

Bentuk badan usaha proyek yang modalnya berasal dari: pemerintah daerah (minority equity), investor swasta, dan dana pembangunan (misalnya lembaga multilateral).

SPV menangani kontrak konstruksi, operasi, dan pembayaran (misalnya availability payments atau share of revenue).

2. PPP dengan pembayaran ketersediaan (availability payment)

Swasta membiayai dan membangun; pemerintah atau SPV membayar bagian tetap pada masa operasi bila layanan tersedia — mengurangi beban pengguna langsung bila kemampuan bayar rendah.

3. Blended finance + hibah/viability gap funding (VGF)

Untuk proyek yang secara ekonomi layak tapi tidak menarik investor komersial penuh, gunakan hibah awal (dari donor/CSR/APBN) untuk menutup selisih ekonomi.


Berita Terkait



add images