iklan Ir. Martayadi Tajuddin, MM
Ir. Martayadi Tajuddin, MM

Oleh: Ir. Martayadi Tajuddin, MM

Tahun 2026 akan menjadi tahun fiskal yang cukup berat bagi Pemerintah Provinsi Jambi. Penurunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sekitar Rp1 triliun dari tahun sebelumnya, terutama akibat tidak disalurkannya Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat, menimbulkan konsekuensi serius, terutama dalam bidang pembangunan infrastruktur. Penurunan ini tidak sekadar soal angka, tetapi menyangkut daya dorong pemerintah daerah dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan fisik yang strategis.

Infrastruktur Jadi Korban Pertama

Infrastruktur merupakan sektor yang sangat tergantung pada belanja pemerintah, khususnya yang dibiayai melalui DAK fisik. Di Provinsi Jambi, DAK selama ini berperan penting dalam:

BACA JUGA: Setahun Berlalu, Satu Pelaku Pembunuhan Driver Maxim Masih Dibantarkan di RS Bhayangkara Jambi

• Pembangunan dan pemeliharaan jalan dan jembatan penghubung antar wilayah,

• Pengembangan irigasi pertanian dan infrastruktur air bersih,

• Pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan dasar,

• Perbaikan dan penguatan infrastruktur penanggulangan bencana di daerah rawan.

Penurunan DAK secara langsung akan menghambat proyek-proyek strategis, memperlambat mobilitas ekonomi antar wilayah, menurunkan kualitas pelayanan publik, serta memicu ketimpangan antar wilayah. Bahkan, proyek-proyek yang telah masuk dalam perencanaan jangka menengah pun bisa tertunda, yang berisiko mengganggu target RPJMD dan indikator makro pembangunan daerah.

BACA JUGA: Pendaftaran PPPK Paruh Waktu Dibuka 22 Agustus 2025, Begini Ketentuan dan Jadwal Lengkapnya

DAK ke Instansi Vertikal: Antara Nominal dan Realitas

Meskipun secara nominal DAK dari pemerintah pusat tetap "ada", namun bentuk penyalurannya mengalami pergeseran strategis. DAK kini tidak sepenuhnya dikelola oleh Pemprov, melainkan langsung disalurkan ke instansi vertikal kementerian/lembaga yang ada di daerah.

Hal ini menimbulkan sejumlah persoalan penting:

1. Keterbatasan kontrol dan koordinasi Pemda terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan, meskipun kegiatan tersebut berada di wilayahnya sendiri.

2. Kegiatan yang dilaksanakan instansi vertikal seringkali tidak sesuai dengan prioritas, kebutuhan, atau urgensi daerah. Hal ini karena perencanaan program mereka berbasis regulasi dan kewenangan sektoral, bukan aspirasi masyarakat lokal atau hasil Musrenbang.

3. Fragmentasi perencanaan dan penganggaran, yang pada akhirnya membuat efektivitas pembangunan menurun, serta meningkatkan risiko tumpang tindih atau bahkan duplikasi program.

BACA JUGA: Aznur Syamsu Nahkodai Partai Ummat, Tegaskan Politik Santun dan Solutif

Dengan skema seperti ini, maka kemampuan Pemprov Jambi untuk mengintegrasikan pembangunan antarwilayah dan antar-sektor menjadi semakin lemah, padahal inilah fungsi utama pemerintahan daerah dalam sistem desentralisasi.

Langkah Strategis Pemprov Jambi: Dari Responsif ke Antisipatif

Pemprov Jambi tidak bisa bersikap pasif atau menunggu belas kasihan fiskal pusat. Dalam kondisi fiskal yang menantang ini, harus ada langkah-langkah strategis dan sistematis untuk menjaga stabilitas pembangunan, khususnya di sektor infrastruktur. Beberapa upaya penting antara lain:

1. Realisasi Participating Interest (PI) Migas 10%

Salah satu sumber pendapatan strategis yang harus segera direalisasikan adalah Participating Interest (PI) 10% dari sektor migas. Wilayah Jambi memiliki potensi besar dari wilayah kerja migas yang sudah lama beroperasi. Namun, realisasi PI sering terhambat oleh persoalan teknis dan kelembagaan, seperti belum siapnya BUMD atau lambatnya koordinasi dengan SKK Migas dan operator.

Realisasi PI ini bukan hanya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tapi juga dapat dimanfaatkan untuk mendanai infrastruktur penunjang energi, pengembangan kawasan industri berbasis migas, atau proyek lain yang memiliki dampak ekonomi jangka panjang.

2. Optimalisasi Belanja dan Reprioritisasi Program

Pemprov harus melakukan efisiensi belanja dengan memangkas program-program seremonial, perjalanan dinas, dan kegiatan non-produktif. Fokus utama diarahkan pada proyek infrastruktur yang punya nilai strategis tinggi dan efek pengganda (multiplier effect) besar, terutama proyek konektivitas dan infrastruktur ekonomi masyarakat.


Berita Terkait



add images