iklan Dr. H. Chazim Maksalina, M.H (Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jambi)
Dr. H. Chazim Maksalina, M.H (Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jambi)

Oleh: Dr. H. Chazim Maksalina, M.H (Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jambi)

Selasa, 24 Juni 2025 penulis menginjakkan kaki perdana, di bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, ungkapan itu dipakai untuk tanah Melayu yang memiliki sejarah panjang dan lama. 

Kini nama Jambi dipakai sebagai nama provinsi dan sekaligus nama ibu kota provinsi, yang terletak di pantai timur pulau Sumatera, berbatasan langsung dengan selat Karimata di sebelah timur, Provinsi Riau di bagian utara, berbatasan Provinsi Sumatera Selatan di wilayah selatan dan di sebelah barat berbatasan dengan dua provinsi yaitu Sumatera Barat dan Bengkulu. Secara geografis, menunjukkan provinsi ini tergolong provinsi besar dan luas.

BACA JUGA: Stok Beras Pemkab Muaro Jambi Capai 41 Ton, Penyaluran Terkendala Perda

Batanghari Nama yang Melegenda

Ketika disebut Jambi atau Provinsi Jambi yang terpikir oleh penulis adalah Batanghari, sebuah sungai besar yang membelah Kota Jambi, selain Sungai Musi (Sumatera Selatan) dan Sungai Siak (Riau). Oleh karena itu yang paling mengusik penulis, saat tiba di kota pusat peradaban Melayu ini adalah keinginan untuk segera melihat sungai yang melegenda setidaknya di benak penulis. 

Baru pada hari ke empat tepatnya hari Sabtu, penulis meminta kepada dua orang asli Jambi untuk menemani, membawa penulis ke sungai itu. Ternyata telah berdiri kokoh jembatan penyeberangan yang menghubungkan dua wilayah, Kota Jambi dan kota lama. Saat melihat ke arah sungai, mungkin lebarnya 300 - 500 meter, tentu bervariasi. Yang lebih menarik, sungai itu seperti tidak mengalir, tidak ada arus, tenang, penulis tidak tahu, sungai ini arusnya mengalir ke kanan atau ke kiri, karena tenangnya, setelah ditanyakan dijawab "arusnya ke kanan, pak". 

Dari sini kita dapat menduga, kedalaman sungai itu tentu minimal 6-7 meter atau bahkan lebih. Setelah mengabadikan momen itu, dengan meminta warga yang lewat untuk mengambil gambar, kami bertiga melanjutkan perjalanan.

BACA JUGA: Pembunuhan Berencana Pakai Sianida di Jambi, Polisi Peragakan 29 Adegan Rekonstruksi

Sepanjang perjalanan, penulis amati setiap sudut kota, sambil mengingat jalan yang dilewati, suatu saat jika ada kesempatan untuk menyetir sendiri mengelilingi Kota Jambi.

Esok harinya, Minggu jam sembilan pagi, penulis melanjutkan kulo nuwun Kota Jambi, kali ini ditemani driver handal dan berpengalaman tentunya sekaligus sebagai guidance menelusuri lebih detail mengenal sudut kota. Sambil mencari kebutuhan rumah tangga menelusuri kantor perbankan dan pusat perbelanjaan, penulis mencoba untuk tidak melewatkan jalan yang dilalui sambil tanya driver bila diperlukan, juga melihat deretan pertokoan sepanjang perjalanan. 

Dari pasar lama untuk sebutan pusat kota, Kota Jambi ini lebih menampakkan sebuah kota tua, banyak dijumpai bangunan lama yang cat dinding temboknya berwarna kusam atau catnya mengelupas atau bahkan beberapa bangunan telah berlumut. Pertokoan yang rapat dengan jalan-jalan khas bercabang semakin menggambarkan Jambi adalah kota dagang. Yang menjadi catatan untuk gedung pencakar langit yang menjulang, belum begitu tampak. Sepintas gedung-gedung tinggi mencapai enam sampai delapan lantai.

Penulis masih belum puas, ingin tahu batas Kota Jambi, maka penulis minta dibawa ke perbatasan. Dengan kecepatan yang relatif rendah, penulis membaca penunjuk arah jalan lurus menuju Palembang, akhirnya sampai ke batas kota dan tampak gerbang gapura selamat datang Kabupaten Muaro Jambi. 


Berita Terkait



add images