iklan

JAMBIUPDATE.CO, JAMBI- Kisruh dualisme kepemimpinan Universitas Batanghari (Unbari) terus berlanjut. Kini, pihak Senat Unbari menanggapi kasus mereka yang dilaporkan oleh Yayasan Pendidikan Jambi (YPJ) ke Polda Jambi. 

Ketua Tim Kuasa Hukum Unbari, Firman Wijaya mengatakan pihaknya siap untuk menghadapi kasus hukum yang berlaku. Namun, dirinya menilai bahwa permasalahan ini sebaiknya diselesaikan dengan mediasi tidak perlu sampai ke jalur hukum.

"Unbari ini untuk kepentingan publik bukan privasi, sebaiknya diselesaikan dengan cara mediasi tidak perlu ke jalur hukum," katanya, pada Kamis (13/1).

Firman menyampaikan, pergerakan pihak Ketua Yayasan yang melakukan pelaporan ke Polda tapi tidak didukung oleh dokumen bukti maka potensi biasnya tinggi. Ada masalah de jure dan de facto, kadangkala secara de jure kita kuat, tetapi jka de factonya tidak menguasai, maka nantinya akan menimbulkan masalah, misalnya berkaitan dengan akuisisi. Maka secara de facto atau dokumen dan data-data harus ada.

Menurut kuasa hukum, ada kelonggaran pada pasal-pasal dalam undang-undang yayasan. Yayasan yang otentik termasuk pendiri dan aset (minus aset yang bukan milik pendiri, seperti aset milik pemerintah).
"Jangan sampai ada produk apapun dari yayasan yang mengklaim aset pemerintah sebagai asetnya. Jika ada aset milik pemerintah harus diselesaikan terlebih dahulu," sampainya.

Kemudian Firman menjelaskan, walaupun ada penyesuaian terhadap undang-undang yayasan yang mengharuskan pembentukan yayasan baru dan menghapus pendiri yayasan lama, tidak kemudian bisa melakukan rekayasa terhadap aset, karena hal tersebut akan menimbulkan masalah tersendiri.

Sesuai ketentuannya, suatu yayasan baru tidak boleh memiliki persamaan sebagian maupun seluruhnya terhadap simbol-simbol yayasan yang lama. Tetapi hal ini yang sering dilupakan, karena berpikirnya hanya seperti ganti "seragam" yang sebenarnya ada kemiripan sebagian atau seluruhnya dengan yayasan lama, maka salah betul dan ini merupakan pelanggaran, ada unsur pidananya. Walaupun masalah simbol-simbol tersebut sudah diatur dalam statuta.

"Sebenarnya unsur rekayasa yayasan baru ini makin jelas terlihat melalui pengakuan pendirinya sebagai pendiri tunggal dihadapan notaris. Hal ini mengarah kepada pidana. Karena unsur otentisitasnya ada yang ditinggalkan, yaitu memberikan keterangan yang tidak benar dalam akta, yaitu menghilangkan pendiri-pendiri yang masih ada pada saat itu," jelasnya.

Selain itu, Dirinya menyebutkan, perlu ada pemetaan skema pendirian dari awal yang sistematis supaya objektifitas bisa diukur, sebaiknya dibentuk "task force" semacam tim penyelamat diluar posisi profesi yang tujuannya untuk mengimbangi pengambilan keputusan.

"Hal terpenting yang harus kita jaga adalah suasana akademik. Jadi secara de facto, semua unsur-unsur universitas yang ada di statuta harus dapat kita konsolidasikan. Kita berharap Rektor dapat menghimbau para dekanat untuk tetap menjalankan proses akademik seperti biasa," sebutnya.

Berkaitan dengan proses hukum yayasan kata Frimas, pihaknya nantinya akan melibatkan unsur pemerintah sebagai PLT jika Rektor yang dipermasalahkan. Langkah ini merupakan pekerjaan yang sistemik, tidak boleh parsial. Karena berkaitan dengan kebijakan, maka sebaiknya persoalan Yayasan Pendidikan Jambi ini ditarik ke pusat. Nantinya akan dikoordinasikan dengan Dikti dan pihak-pihak terkait.

"Sedangkan, Aksi hukum berkaitan dengan Yayasan Pendidikan Jambi yang baru akan dilakukan setelah masalah aset yang berkaitan dengan aset pemerintah diselesaikan," ujarnya.


Berita Terkait



add images