iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (pixabay)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Tertekannya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) tembus hingga level Rp16.500 per Dolar AS otomatis berimbas sejumlah barang akan naik. Momen ini biasanya kerap dimanfaatkan pedagang spekulan, misalkan kenaikan harga barang-barang elektronik.

Menyikapi hal itu, ekonom CORE Piter Abdullah menilai ulah pedagang model seperti itu sangat berbahaya, sebab memberatkan masyarakat yang tengah terpuruk di tengah ekonomi saat ini, ditambah imbas wabah corona atau Covid-19.

“Janganlah untuk naik. Kan impor ada prosesnya, ya enggak harus serta merta naik dong,” kata Piter kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Senin (23/3).

Selama ini, lanjut dia, pola pikir di antara pedagang elektronik ada yang keliru. Pasalnya kecendruangan yang terjadi begitu Rupiah anjlok selanjutnya menaikkan harga jual barangnya. Padahal, menurut dia, situasi di pasar keuangan dan pasar riil jauh berbeda.

“Para pedagang mengklaim mengambil kesempatan atas pelemahan nilai tukar Rupiah. Kasihan masyarakat kalau begini,” ucap dia.

Justru kata dia, para importr barang elektronik masih menjual dengan harga yang sama ketika periode impor dilakukan. Diketahui proses impor berjalan tiga bulan. Oleh karena itu, dia minta pemerintah menindak tegas sejumlah pedagang elektronik yang menikkan harga ini.

Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Shinta Widjaja Kamdani menilai, pelemahan Rupiah akan mendorong ekspor dan menekan impor. Namun di tengah kondisi wabah Covid-19 di mana terjadi kebijakan lockdown dari berbagai negara, turut menghambat kelancaran ekspor nasional.

Di sisi lain, kata dia, impor juga tertekan sebab lebih mahal dibandingkan kondisi normal. Apalagi permintaan pasar domestik ikut turun dibandingkan periode-periode sebelumnya.

“Lagipula, karena wabah (corona) permintaan terhadap produk-produk manufaktur yang merupakan kebutuhan nonprimer juga tertekan. Namun, kami perkirakan impor akan tetap terjadi, selama industri dan kegiatan ekonomi nasional tidak di-shutdown total oleh pemerintah sebagai respon terhadap wabah,” ujar Shinta.

Untuk industri manufaktur, lanjut dia, juga bakal tetap mengimpor bahan baku atau bahan penolong selama industri tetap dibolehkan terus berproduksi. “Aktivitas impornya kemungkinan besar akan turun secara signifikan tetapi tidak sebesar penurunan di bulan lalu, karena Cina sudah normalisasi sehingga impor yang terhambat dari Cina bisa masuk untuk memenuhi kebutuhan industri, ekspor, maupun untuk kebutuhan pasar domestik,” tukas dia.(din/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images