iklan Tampak mobil angkutan batu bara yang sedang parkir di pinggir jalan.
Tampak mobil angkutan batu bara yang sedang parkir di pinggir jalan.
Penerapan Perda Nomor 13 tahun 2012 soal pengaturan angkutan Batubara bakal dievaluasi.Dikatakan Ketua DPRD Provinsi Jambi, Aswan Zahari, selain dievaluasi, pihaknya juga akan mengkaji ulang penerapan peraturan daerah (Perda) nomor 13 tahun 2012 tersebut.

"Kajian ulang penerapan Perda ini untuk mencari tahu, apakah ada masalah dalam Perda-nya atau implementasi perda dilapangan. Mengingat, hingga saat ini masih ada angkutan batubara yang melintas di jalur umum," ujar Aswan kepada wartawan di Jambi, Jumat.

Menurut dia, terkait pernyataan dari sejumlah pihak yang ingin agar perda tersebut direvisi, dia  menilai hal itu masih terlalu dini. "Kami akan mencari titik masalahnya, sehingga perlu kajian secara komperhensif agar semua pihak terkait duduk bersama termasuk para pengusaha. Jadi lebih baik diujicoba dan dikaji lagi," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, persoalan angkutan batubara di Jambi merupakan masalah yang kompleks. Sehingga perlu dicari titik masalah sebenarnya. "Apakah belum ada jalur khusus untuk distribusi batubara atau memang penegakkan perda dilapangan yang perlu diperbaiki," tukasnya.

Sebelumnya, beberapa kalangan masyarakat di Jambi menilai perda batubara di daerah itu dinilai rancu dan perlu direvisi. Pengamat hukum dan perundang undangan Jambi yang juga dosen hukum Universitas Jambi, DR. Helmi menyatakan peraturan daerah (Perda) nomor 13 tahun 2012 tentang angkutan batubara di Provinsi Jambi perlu direvisi. Karena dalam perda itu tidak ada kaitannya dengan izin dan moratorium.

Perda tersebut juga tidak menyebutkan adanya sanksi tegas. Menurut dia, dalam pasal 5 ayat 1 perda itu disebutkan, setiap pengangkutan batubara harus melalui jalur khusus atau sungai. Pasal 2 kemudian menyebutkan aturan sebagaimana pasal 5 ayat 1 diberlakukan paling lambat 1 Januari 2014.

Sementara itu, di pasal 6 disebutkan, bila belum dibangun jalur khusus tertentu yang ditentukan kepala daerah sesuai kewenangannya. "Pada pasal 6 ini telah terjadi penyeludupan hukum terhadap pasal 5. Jadi perda ini sama dengan pembohongan, karena tidak ada mencantuman sanksi sama sekali," katanya.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jambi, Jailani, saat dikonfirmasi menyatakan tidak setuju dengan adanya upaya revisi atau pun penghapusan salah satu pasal di perda itu, karena menurutnya didalam perda itu sudah maksimal mencantumkan sanksi.    

"Saya tidak setuju dengan keinginan itu, mengingat perda itu sudah cukup maksimal, begitu juga sanksinya. Untuk merevisi itu perlu melibatkan banyak pihak, mulai dari pihak eksekutif dan legislatif. Disini ada pihak kontara dan setuju, karena tergantung dengan kepentingan masing-masing, jadi wajar saja," ujarnya. (sumber: jambi ekspres)

Berita Terkait