Dr. Noviardi Ferzi

Navigasi Tekanan Fiskal ; Metafora Kapal Karam

Posted on 2025-08-13 14:40:51 dibaca 1476 kali

Oleh : Dr. Noviardi Ferzi

?Navigasi tekanan fiskal sering kali dianalogikan dengan seorang kapten yang harus mengarungi badai. Namun, metafora itu terasa kurang tepat. Tekanan fiskal yang terus-menerus dan menyempitnya anggaran bukanlah badai dadakan, melainkan sebuah kondisi yang lebih mirip dengan kapal yang perlahan-lahan karam karena kebocoran yang tak kunjung diperbaiki.

Setiap "navigasi" yang dilakukan, jika hanya berfokus pada menambal kebocoran kecil tanpa mengatasi akar masalah—lambung kapal yang keropos—hanyalah tindakan reaktif yang menunda bencana.
?Dalam konteks pemerintahan daerah, tekanan fiskal yang sempit adalah realitas yang menghambat laju pembangunan.

BACA JUGA: Seleksi CASN Segera Dimulai, Ini Persyaratan Penting yang Mesti Disiapkan

Visi dan misi kepala daerah yang ambisius, yang dijanjikan di hadapan publik, menjadi sekadar hiasan di atas kertas. Ibaratnya, seorang kapten berjanji akan membawa penumpang ke pulau impian, tetapi kapal yang dipimpinnya sudah terlalu tua, bobrok, dan terus kemasukan air. Prioritas pun bergeser, bukan lagi untuk mencapai tujuan, melainkan untuk memastikan kapal tidak tenggelam di tengah jalan.

?Argumen bahwa navigasi tekanan fiskal adalah sebuah kesalahan fatal terletak pada pemikiran bahwa masalah ini bisa diselesaikan dengan manuver jangka pendek. Pendekatan ini mengabaikan urgensi untuk mereformasi struktur fiskal secara mendalam. Kebanyakan pemerintah daerah lebih memilih untuk "menavigasi" dengan memotong anggaran, menunda proyek, atau mencari pinjaman. Ini sama seperti membuang barang-barang berharga dari kapal yang karam, berharap beban yang berkurang akan menyelamatkan kapal.

BACA JUGA: Beras Medium Langka di Muaro Jambi, Pedagang Akui Stok Kosong Sejak Sebulan

Padahal, solusi yang seharusnya dilakukan adalah merancang ulang sistem kapal, memperkuat struktur lambung, dan mencari cara baru untuk mendapatkan bahan bakar yang lebih efisien.

?Jurnal-jurnal ilmiah telah lama mengupas fenomena ini. Sebuah studi oleh Kuncoro & Susilo (2018) dalam Jurnal Kebijakan Publik menyoroti bahwa ketergantungan daerah pada dana transfer dari pusat sering kali menciptakan apa yang mereka sebut sebagai "Dutch Disease fiskal."

Daerah menjadi kurang termotivasi untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mereka karena merasa aman dengan kucuran dana dari pemerintah pusat. Ketika dana transfer ini menyusut, daerah-daerah tersebut kelabakan, bagaikan sebuah mesin yang hanya bisa berjalan dengan satu jenis bahan bakar, dan kini pasokannya berkurang.

?Lebih lanjut, Widodo & Setyono (2020) dalam Jurnal Ilmu Ekonomi menunjukkan bahwa inisiatif seperti skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) sering kali diusung sebagai solusi, tetapi implementasinya tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Mereka menggarisbawahi bahwa skema ini memerlukan kapasitas fiskal yang kuat, tata kelola yang transparan, dan proyek-proyek yang layak secara ekonomi. Kembali ke analogi kapal, KPBU bukanlah sekoci penyelamat yang bisa digunakan siapa saja, melainkan sebuah perahu canggih yang hanya bisa dioperasikan oleh awak kapal yang terlatih dan memiliki modal yang cukup.

?Jadi, "menavigasi tekanan fiskal" hanyalah sebuah eufemisme untuk menunda kegagalan. Pemerintah daerah harus berhenti berpikir reaktif dan mulai bertindak proaktif. Mereka harus berani melakukan reformasi struktural, meningkatkan kapasitas fiskal secara mandiri, dan menciptakan inovasi yang tidak hanya bergantung pada "tambal sulam" anggaran. Jika tidak, kapal-kapal daerah akan terus karam, dan visi misi kepala daerah hanya akan menjadi kenangan indah yang terukir di bangkai kapal yang tenggelam.

Pemerhati Kebijakan Publik

Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com