iklan

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA– Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menyoroti harga minyak goreng di pasaran yang jauh lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

“Minyak goreng mencapai Rp20 ribu lebih per liter, sedangkan HET sebesar Rp11 ribu per liter. Artinya harga riil hampir mencapai 200 persen dari HET. Dengan kata lain, HET yang ditetapkan pemerintah tersebut, tidak dapat menjadi pengendali kenaikan harga barang di pasaran,” ungkap Ecky.

Ia melanjutakan, kenaikan harga minyak goreng sebagai bahan pokok, akan berpengaruh terhadap harga dari jenis barang kebutuhan lain dan produk makanan turunannya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Oktober 2021 indeks harga konsumen (IHK) mengalami inflasi sebesar 0,12 persen. Kenaikan harga minyak goreng menjadi salah satu penyebab inflasi. Minyak goreng memberikan andil inflasi 0,05 persen.

Lebih parahnya, harga minyak goreng saat ini masih diprediksi terus melonjak hingga kuartal I 2022. Kenaikan tersebut akibat menguatnya harga crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit dunia.

“Pemerintah harus mampu mengantisipasi kenaikan harga yang lebih fantastis lagi, khususnya menjelang awal tahun mendatang. Pada kondisi ini, kita kembali melihat bagaimana keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil,” ujarnya dikutip Rabu (1/12).

Ecky menerangkan bahwa Indonesia telah menjadi produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia sejak 2006. Data Index Mundi mencatat, pada 2019, produksi sawit Indonesia mencapai 43,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 3,61 persen per tahun.

Produksi didukung oleh ketersediaan lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia yang seluas 16,381 juta hektare.

Ironinya, pada kenaikan harga ini, konglomerat pemilik perkebunan kelapa sawit sedang dibanjiri uang hasil ekspor sawit.

Sedangkan dalam waktu bersamaan rakyat kecil ‘berkabung’ akibat kebutuhan pokok kian melambung, terlebih harga minyak goreng yang membumbung dan tak mampu dibendung.


Berita Terkait



add images