iklan Novel Baswedan.
Novel Baswedan. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Penyidik senior nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan khawatir putusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang tidak melanjutkan laporan dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri cs ke persidangan justru membuat pimpinan KPK semakin bertindak sewenang-wenang.

“Saya khawatir kalau sikap Dewas seperti ini justru membuat pimpinan KPK semakin berani untuk membuat pelanggaran-pelanggaran. Kenapa? Ya karena Dewasnya begitu berpihak,” kata Novel dalam jumpa pers daring, Sabtu (24/7).

Padahal, kata Novel, Dewas memiliki kewenangan besar menangani dugaan pelanggaran etik pimpinan ataupun pegawai KPK. Sebab, Dewas berlaku sebagai pemeriksa, penuntut, sekaligus hakim.

“Jadi penentunya di mereka semua. Ketika tidak ada jalan lagi di sana, ya tidak ada yang bisa dilakukan lagi. Itu memang jadi problem yang serius,” ujar Novel.

Diketahui Dewas menyatakan Pimpinan KPK tidak cukup bukti melanggar etik terkait polemik TWK sebagai syarat alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN). Dewas menilai tujuh laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK dalam pelaksanaan TWK tidak terbukti.

“Dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK sebagaimana disampaikan dalam surat pengaduan kepada Dewan Pengawas tidaklah cukup bukti sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik,” kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatarongan Panggabean dalam jumpa pers, Jumat (23/7).

Adapun tujuh laporan yang disampaikan oleh pegawai, yakni pertama dugaan penyelundupan pasal TWK di akhir pembahasan Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang alih status pegawai KPK oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Dewas menyebut penyusunan perkom itu telah dirumuskan bersama dan disetujui secara kolektif kolegial.

Kedua, terkait dugaan Firli Bahuri datang sendirian ke Kemenkumham untuk mengesahkan perkom alih status ASN tersebut. Dewas menyebut Firli datang bersama Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dan Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Harefa.

Ketiga, laporan mengenai dugaan pimpinan KPK tidak menjelaskan adanya sistem gugur dalam pelaksanaan TWK. Dewas menyatakan konsekuensi pelaksaan TWK telah dijelaskan Kepala Biro SDM dan Nurul Ghufron.

Keempat, tentang tindakan pimpinan yang membiarkan terjadinya pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam pelaksanaan TWK. Menurut Dewas materi tes disiapkan oleh Badan Kepegawaian Negara. Pegawai tidak ada yang melaporkan dugaan pelanggaran itu kepada pimpinan secara langsung.

Kelima, tentang pernyataan Firli Bahuri dalam rapat 5 Maret 2021 yang diduga menyampaikan bahwa TWK bukan masalah lulus atau tidak lulus dan untuk mengukur pegawai KPK terlibat dalam organisasi terlarang tidak cukup dengan wawancara. Menurut Dewas, pernyataan Firli itu bukan bentuk ketidakjujuran, karena yang memutuskan hasil TWK adalah BKN.

Keenam, mengenai rapat 29 April 2021 sebelum pembukaan hasil TWK. Dalam rapat itu, pegawai menduga pimpinan telah meniatkan untuk memecat pegawai yang tidak memenuhi syarat pada hari pelantikan 1 Juni 2021. Dewas menyatakan hal itu tidak terbukti karena hingga 1 Juni 2021 tidak ada pegawai yang dipecat.

Ketujuh, pegawai melaporkan mengenai Surat Keputusan 7 Mei 2021 tentang perintah agar 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK menyerahkan tugas dan tanggung jawab ke pimpinan. Dewas menilai tidak ada pernyataan dari pimpinan bahwa 75 pegawai itu dinonaktifkan atau diberhentikan. (riz/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images