iklan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, setidaknya puluhan siswa dari berbagai daerah Indonesia dinyatakan positif covid-19 pasca dikeluarkannya izin belajar tatap muka di sekolah.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan, belum genap satu bulan izin tatap muka di sekolah diberikan, pihaknya mendapati data puluhan siswa dari berbagai daerah Indonesia dinyatakan positif covid-19.

“Di Jawa Timur, 51 santri positif covid-19, di Pondok Pesantren Gontor 2 Ponorogo. Kemudian ada lima guru Ponpes di Karawaci, kota Tangerang, Banten (positif covid-19),” kata Retno di Jakarta, Rabu (12/8).

Berdasarkan catatan KPAI, sebanyak 35 santri Ponpes Sempon, Jawa Tengah juga dinyatakan positif corona. Hal yang sama dialami 35 santri Ponpes di kecamatan Margoyoso, dan satu orang siswa di Tegal.

“Di Jawa Timur seorang guru SD di Lumajang yang sempat melakukan aktivitas guru sambang atau kunjung, juga dinyatakan positif corona,” ujarnya.

Retno menambahkan, sebanyak 38 pembina dan seorang santri di Pondok pesantren Parbek, Agam, Sumatra Barat dinyatakan positif covid-19 usai pesantren dibuka. Seorang guru dan seorang operator sekolah di Pariaman juga terinfeksi corona.

“Sekolah di Pariaman ini, buka sekolah 13 Juli 2020, dan ditutup kembali 20 Juli 2020,” imbuhnya.

Sementara itu, di Kalimantan Barat, pihaknya juga menemukan kasus baru. Sebanyak delapan guru dan 14 pelajar dinyatakan terinfeksi dari hasil pemeriksaan rapid test sebelum membuka sekolah.

Pengetesan massal itu dilakukan oleh pemerintah provinsi Kalimantan Barat dalam rangka persiapan pembukaan sekolah. Beruntung, pihak Pemda belum memberi izin sekolah untuk kembali menggelar tatap muka.

“Pembukaan sekolah diberbagai sekolah di zona hijau sebelumnya, tidak didahului dengan pemeriksaan rapid test terhadap seluruh guru dan sampel siswa. Padahal tes ini penting sebagai upaya pencegahan,” tuturnya.

Menurut Retno, kasus-kasus tersebut menunjukkan bukti bahwa pembukaan sekolah tanpa adanya persiapan yang jelas. Hal ituakan sangat membahayakan kesehatan. Utamanya, keselamatan dari nyawa anak-anak, guru, kepala sekolah, dan warga sekolah lainnya.

“Penyiapan tidak hanya urusan infrastruktur seperti wastafel, sabun, disinfektan dan lain-lain, namun juga perlu nyiapkan kenormalan baru saat pembelajaran tatap muka akan dilakukan,” katanya.

Retno berharap, keputusan pemerintah mengizinkan pembukaan sekolah pada zona kuning harus disertai persiapan yang matang. Persiapan sekolah yang tidak maksimal dalam pemenuhan kriteria pencegahan covid-19 akan berpotensi membahayakan anak.

“Melindungi anak bukan dengan zona, tapi dengan persiapan pencegahan bahaya penularan yang ketat. Oleh karena itu, KPAI telah mulai melakukan pengawasan langsung kesiapan sekolah di zona apapun untuk melakukan pembelajaran tatap muka,” terangnya.

Sementara itu, akun Twitter @laporcovid menyebutkan ketika proses belajar mengajar (PBM) tatap muka dimulai, klaster-klaster barupenularan COVID-19 dari sekolah mulai bermunculan. Berdasarkan Tweet @laporcovid, ada beberapa klaster sekolah pascadibukanya belajar mengajar tatap muka, yaitu klaster sekolah di Tulungagung, Lumajang, Kalimantan Barat, Tegal, Cilegon, Sumedang, dan Pati.

Melihat kondisi tersebut, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengingatkan berbagai pihak, khususnya orang tua hingga pemerintah daerah (pemda) agar berhati-hati ketika membuka kembali sekolah-sekolah di wilayah zona kuning dan hijau.

“Pembukaan sekolah ini sudah mulai ada klaster. Yang perlu diperhatikan, sekolah ini dampak sosialnya rendah, tapi potensi peningkatan kasusnya tinggi,” kata Juru Bicara dan Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito.

Wiku menegaskan, berbagai pihak harus melakukan sejumlah tahapan sebelum memutuskan untuk membuka kembali sekolah, terlepas sekolah itu berada di zona wilayah kuning maupun hijau.

“Seharusnya ada tahapan prakondisi, timing tepat, prioritas, menghubungi koordinator pusat dan daerah satgas, lalu melakukan evaluasi,” ujarnya.

Wiku mnejelaskan, bahwa kesiapan yang harus dilakukan harus saat membuka sekolah adalah simulasi secara bertahap. Misalnya, jumlah siswa maksimal orang di sekolah hanya 30 persen, adanya pembagian kelas, dan lainnya.

“Saya ingatkan pemerintah daerah, bahwa harus ambil keputusan dari simulasi tadi. Anak-anak kita adalah aset bangsa. Kita harus lakukan adjustment tanpa membahayakan mereka,” ujarnya.

“Kemudian pastikan sekolah siap dari pengelolaannya. Orang tua murid setuju (untuk membawa anak bersekolah tatap muka). Lalu dari sisi transportasi menuju sekolah juga jangan ada kerumunan,” imbuhnya.

Wiku berharap, dengan munculnya klaster baru semenjak dibukanya sekolah menjadi pembelajaran. Menurutnya, saat ini klaster-klaster baru tersebut bagian dari pembelajaran masyarakat Indonesia untuk menciptakan lingkungan sekolah yang lebih sehat.

“Jangan terus diberitakan ini timbul klaster. Justru kita mengingatkan kembali semua pihak yang ingin membuka keputusannya ada di pimpinan daerah,” pungkasnya. (der/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images