iklan Foto : Iwan tri wwahyudi/ FAJAR INDONESIA NETWORK : Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Nadiem Makarim mendengarkan pertanyaan dari anggota dewan saat rapat kerja (Raker)dengan Komisi X DPR RI di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta (Kamis (12/12/2019).
Foto : Iwan tri wwahyudi/ FAJAR INDONESIA NETWORK : Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Nadiem Makarim mendengarkan pertanyaan dari anggota dewan saat rapat kerja (Raker)dengan Komisi X DPR RI di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta (Kamis (12/12/2019). (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengumumkan secara resmi, bahwa satuan pendidikan yang berada di zona kuning diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi virus korona (covid-19).

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, bahwa kebijakan ini merupakan hasil revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri yang diakomodir oleh beberapa Kementerian terkait.

“Pemerintah melakukan penyesuaian keputusan bersama Empat Menteri terkait pelaksanaan pembelajaran di zona selain merah dan oranye, yakni di zona kuning dan hijau, untuk dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat,” kata Nadiem dalam konferensi video, Jumat (7/8)

Nadiem menambahkan, untuk sekolah di zona oranye dan merah masih akan melanjutkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Tidak ada kegiatan belajar tatap muka secara langsung untuk sekolah yang masuk dalam dua zona tersebut.

Berdasarkan data per 3 Agustus 2020 terdapat sekitar 57 persen peserta didik masih berada di zona merah dan oranye. Sementara itu, sekitar 43 persen peserta didik berada di zona kuning dan hijau.

“Bagi daerah yang berada di zona oranye dan merah dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan dan tetap melanjutkan Belajar dari Rumah (BDR),” ujarnya.

Nadiem menjelaskan, syarat untuk melakukan pembelajaran tatap muka masih sama dengan SKB empat menteri sebelumnya. Misalnya, mendapat izin Satgas Covid-19 dan kepala daerah setempat, mampu menjalankan protokol kesehatan, dan siswa diizinkan oleh orang tua untuk ke sekolah.

Selain itu, kapasitas kelas hanya boleh di isi setengah dari jumlah rombongan belajar. Jika satu rombongan belajar terdapat 30 siswa, maka yang boleh masuk dalam kelas hanya 15 siswa.

“Jadi bukan berarti ketika sudah berada di zona hijau atau kuning, daerah atau sekolah wajib mulai tatap muka kembali ya,” jelasnya.

Namun, terdapat pengecualian bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Siswa SMK yang terpaksa belajar praktik dengan menggunakan alat, dipersilakan untuk ke sekolah, meskipun berada di zona oranye maupun merah.

“Selain itu, dengan pertimbangan bahwa pembelajaran praktik adalah keahlian inti SMK, pelaksanaan pembelajaran praktik bagi peserta didik SMK diperbolehkan di semua zona dengan wajib menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ucapnya.

Nadiem menambahkan pembukaan sekolah untuk tatap muka baru berlaku pada jenjang SD, SMP dan SMK. Sedangkan, untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) baru akan diperbolehkan dua bulan ke depan, atau Oktober mendatang.

“Kami memilih untuk menunda PAUD, karena protokol kesehatan di level PAUD risikonya lebih sulit dilaksanakan dengan anak umur TK. Berati untuk SD sampai SMA diperbolehkan jika semua pihak menginginkan dan siap,” ujar dia.

Sementara itu, untuk Madrasah dan sekolah berasrama di zona hijau dan zona kuning juga dapat membuka asrama dan melakukan pembelajaran tatap muka secara bertahap sejak masa transisi.

Kapasitas asrama dengan jumlah peserta didik kurang dari atau sama dengan 100 orang pada masa transisi bulan pertama adalah 50 persen, bulan kedua 100 persen, kemudian terus dilanjutkan 100 persen pada masa kebiasaan baru.

Untuk kapasitas asrama dengan jumlah peserta didik lebih dari 100 orang, pada masa transisi bulan pertama 25 persen, dan bulan kedua 50 persen, kemudian memasuki masa kebiasaan baru pada bulan ketiga 75 persen, dan bulan keempat 100 persen.

“Evaluasi akan selalu dilakukan untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan. Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota, bersama Kepala Satuan Pendidikan akan terus berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 untuk memantau tingkat risiko COVID-19 di daerah,” terangnya.

“Apabila terindikasi dalam kondisi tidak aman, terdapat kasus terkonfirmasi positif COVID-19, atau tingkat risiko daerah berubah menjadi oranye atau merah, satuan pendidikan wajib ditutup kembali,” imbuhnya.

Nadiem menjelaskan, keputusan ini diambil untuk mengurangi dampak negatif PJJ yang berkepanjangan. Pembukaan sekolah ini pun diharapkan dapat kembali meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Menurutnya, efek daripada melakukan PJJ berkepanjangan itu bisa sangat negatif dan permanen.

“Ada sejumlah dampak PJJ berkepanjangan. Pertama, putus sekolah yang akhirnya terpaksa bekerja karena sekolah PJJ tidak optimal dengan kondisi internet. Kemudian, persepsi orang tua juga berubah mengenai peran sekolah dalam proses pembelajaran yang tidak optimal,” tuturnya.

Nadiem menyebutkan, beberapa kendala yang timbul dalam pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) diantaranya kesulitan guru dalam mengelola PJJ dan masih terfokus dalam penuntasan kurikulum. Sementara itu, tidak semua orang tua mampu mendampingi anak-anak belajar di rumah dengan optimal karena harus bekerja ataupun kemampuan sebagai pendamping belajar anak.

“Para peserta didik juga mengalami kesulitan berkonsentrasi belajar dari rumah serta meningkatnya rasa jenuh yang berpotensi menimbulkan gangguan pada kesehatan jiwa,” katanya.

Nadiem juga menekankan, bahwa sekali pun daerah sudah dalam zona hijau atau kuning, pemda sudah memberikan izin, dan sekolah sudah kembali memulai pembelajaran tatap muka, orang tua atau wali tetap dapat memutuskan untuk anaknya tetap melanjutkan belajar dari rumah.

Penentuan zonasi daerah sendiri tetap mengacu pada pemetaan risiko daerah yang dilakukan oleh satuan tugas penanganan COVID-19 nasional, yang dapat diakses pada laman https://covid19.go.id/peta-risiko.

“Berdasarkan pemetaan tersebut, zonasi daerah dilakukan pada tingkat kabupaten/kota. Dikecualikan untuk pulau-pulau kecil, zonasinya menggunakan pemetaan risiko daerah yang dilakukan oleh satgas penanganan COVID-19 setempat,” ujarnya.

Senada, Menteri Agama, Fachrul Razi menyatakan memperbolehkan madrasah di zona hijau dan kuning untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Namun, harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

“Saya akan dukung apa yang sudah disampaikan (Mendikbud) tadi. Sama-sama kita dukung ini, sama-sama kita upayakan untuk mensukseskan dengan sebaik mungkin,” ujar Fachrul.

“Madrasah boleh memilih (pembelajaran tatap muka), dengan pertimbangan masing-masing. Namun tentu dengan memperhatikan protokol kesehatan, agar semuanya tetap aman,” sambungnya.

Untuk itu Menag mengajak masyarakat khususnya orang tua siswa untuk ikut memantau pergerakan siswa bilamana madrasah mulai melakukan pembelajaran tatap muka. “Ingatkan anaknya agar langsung pulang ke rumah,” ujarnya.

Ketua Satuan Tugas ( Satgas) Nasional Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, bagi sekolah yang nantinya akan membuka kegiatan belajar tatap muka secara langsung akan dibimbing oleh dinas pendidikan setempat. Sebab, pembukaan sekolah juga harus diikuti penerapan protokol kesehatan, mulai dari penggunaan masker, jaga jarak maupun penyediaan tempat cuci tangan.

“Setiap sekolah yang memulai kegiatan diawali dengan prakondisi juga dilakukan simulasi simulasi termasuk kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi resiko, termasuk sosialiasi penggunaan masker jaga jarak, tersedianya hand sanitizer, cuci tangan dan seluruh pendukung lainnya untuk bisa mengurangi resiko,” katanya.

Doni juga berharap, partisipasi orang tua siswa jika kegiatan belajar tatap muka ini mulai dibuka. Sehingga ketika sekolah dimulai, maka segala risiko telah diperhitungkan.

“Artinya bisa seminimal mungkin risiko,” pungkasnya. (der/fin)


Sumber: WWW.FIN.CO.ID

Berita Terkait



add images